Friday, June 12, 2015

Lucu Aja...

Ada hal yang mengesankan yang terjadi dalam hidupku belakangan ini. Mungkin istilah hip-nya, lucu.
Aku mengambil suatu keputusan yang terbilang bold. Lebih tepatnya, kondisi yang ada memaksaku untuk berdiri di posisi yang sebelumnya tidak pernah aku bayangkan bisa atau mudah terjadi. Tapi ketika aku sadar bahwa semua (tentunya) harus terjadi, maka aku berusaha keras untuk pasrah, atau istilah kerennya, berikhlas, pada suratanNya.

Betapa tidak? Aku harus melepas sesuatu yang telah lama ada tergenggam erat di tanganku. Sesuatu yang selalu aku jaga dengan sangat hati-hati agar tidak tergelincir keluar dari cengkramanku yang kokoh. Aku yakin tak ada satu hal atau orangpun yang dapat membuatku rela melepaskannya...meskipun aku tau betul bahwa aku belum punya hak atasnya. Hanya karena egoku sangat besar untuk memilikinya, aku jadi merasa berhak memutuskan untuk menyimpannya. Namun akhirnya mata hati dan pikiranku pun dibuka lebar-lebar olehNya.

Lagi-lagi aku diingatkan tentang segala hal yang umurnya hanya sesaat, entah berapa saat, yang jelas sifatnya hanya duniawi. Padahal di saat seperti ini, aku sangat menginginkan keduniawian. Disitulah kunci kesalahanku. Apa yang menjadi hakku bukanlah apa yang kuinginkan tapi apa yang aku butuhkan. Lalu aku harus end up dengan apa? Cinta semu? Kemirisan finasial? Kemuraman hari-hari ku? Penyakit? Stress? Ya kalau memang itu semua yang sudah menjadi porsiku (saat ini), apa bisa aku tolak? Aku toh tak mungkin selamanya menjadi seorang penyangkal.

Maka, aku mulai menjalani hari-hari yang penuh keprihatinan. Sempat bak orang yang kehilangan akal sehatnya memang...tapi Allah rupanya sangat cinta padaku sehingga aku berulang kali diberi berbagai pencerahan yang (sebenarnya) bisa saja aku anggap sebagai harapan kosong. Hanya saja aku cukup beruntung telah disediakan olehNya banyak sangu tentang kesabaran dan keikhlasan lewat seorang teman baik sebelum aku mengambil keputusan untuk berikhlas total. Sehingga aku tidak lagi memandang nasibku dengan kepesimisan.

Yang lucu adalah hal-hal yang membuatku yakin bahwa cara Allah bekerja itu benar-benar misterius dan tidak sepantasnya diterka-terka. Buktinya, tanpa pernah aku duga, ada dua teman lama yang tiba-tiba menghubungiku. Mereka ini dahulu bukanlah sekedar teman biasa, tapi teman seperjuangan. Tak melulu berjuang bersama dalam mencari jalan keluar dari jurang kesusahan, namun juga dalam memelihara keutuhan pertemanan kami. Ketika itu kami tidak pernah menduga jika waktu dan jarak yang memisahkan kami benar-benar akan memisahkan kami. Mungkin karena saat itu mataku terlalu dikaburkan oleh eratnya pertemanan kami.

Lebih lucunya lagi, mereka ini hadir sebagai sosok-sosok yang berbeda dengan yang aku kenal dahulu. Ada yang lebih kebapakan dengan kedua putranya yang telah meninggalkannya keluar negeri untuk melanjutkan kuliahnya. Ada juga yang baru saja merasa terpanggil untuk mendekatkan diri pada Allah hingga ia bisa membagi cerita tentang kehebatan cara Allah dalam menuntunnya ke jalanNya dari jalan salah yang telah dilewatinya selama puluhan tahun.
Wah...aku takjub sekali dengan pertemuan kami ini yang seolah menjadi bagian dari usahaku untuk menjadi lebih baik.

Dari  kedua temanku ini, aku mendapatkan dua makna yang punya kemiripan. Yang satu memberi gambaran tentang keduniawian yang tidak selamanya memberikan kebahagian, yang satunya lagi memberi gambaran tentang keduniawian yang sekonyong-konyong tidak berarti apapun. Mereka ini pebisnis tangguh yang selama ini menyandang predikat sebagai hartawan. Mungkin saja mereka sadar jika keduniawian itu sifatnya semu justru setelah kenyang dengan kehidupan mewahnya...atau mungkin juga mereka tidak pernah 100% bahagia bergelimang harta. Yang jelas, aku dipertemukan dengan mereka di saat kami semua sedang dalam proses yang sama; melepaskan keduaniawian....lucu bukan?

Aku belum tau apa yang direncanakanNya buatku setelah aku berikhlas. Tapi sejauh ini, aku merasa Allah tidak membiarkan aku untuk bersalah sangka atas rencanaNya. Aku merasa diberi pengharapan di setiap kesabaranku mulai menipis, sementara di lain waktu aku diberi peringatan ketika cenderung lalai dalam bersyukur. Mungkin saja dengan caraNya yang begitu anggun, aku dibuat mampu untuk menaikkan standarisasi kesabaranku sehingga aku lebih mudah nrimo dan berikhlas dalam menghadapi cobaannya. In shaa Allah itu bisa menurunkan rezekiku yang masih di langit, mengeluarkannya jika ada di bumi, menyenangkan jika sukar, menyucikan yang haram, mendekatkan yang jauh, dan memudahkan yang dekat...seperti yang pernah dibekali oleh teman baikku itu...aamiin.



Wednesday, June 10, 2015

Mukadimmah Ujian Akbar

Bukan kali pertamanya situasi finansialku miris lagi saat ini. Bagaikan yg lalu-lalu, di pertengahan tahun seperti sekarang, banyak sekali tagihan tahunan yang datang menambah beban pengeluaran bulananku. Apalagi, tak seperti tahun kemarin ketika aku masih punya deskjob tetap dan pemasukan yang rutin, tahun ini aku harus sabar menghadapi tantangan maut ini disaat status pekerjaanku kembali ke freelance karena kondisi yang tersandung kebijakan pemerintah sejak Januari lalu.

Otomatis, tekanan yang aku hadapi kembali muncul dari dua arah yang saling berseberangan. Tak hanya dari luar, tapi dari dalampun begitu adanya. Seolah segala cobaan berat yang pernah berhasil dilalui tidak juga memberi hikmah pada mereka yang harusnya justru memberi dukungan dan kepercayaan padaku untuk berusaha sambil berikhtiar. Pelajaran tentang kesabaran dan keikhlasan ternyata belum juga diambil dari kasus-kasus terdahulu.

Lalu suasana disekitarku beranjak suram lagi ketika pembayaran beberapa tagihan belum bisa dipenuhi. Entah dengan diiringi kepanikan atau tidak, kekesalanpun disampaikan dengan bahasa mulut dan tubuh yang tidak mengenakkan. Tanpa menghiraukan berapa jumlah tagihan yang sudah berhasil tertutup, fakta bahwa masih ada yang belum dipenuhilah yang dijadikan latar belakang penyajian ketidaknyamanan disekelilingku ini.

Untungnya, di sisi lain aku terbekali konsep sabar dan syukur yang selama ini aku jadikan landasan dalam menghadapi setiap kejadian. Ditambah nasehat-nasehat spiritual dari seorang teman baikku yang terus menerus mengokohkan konsep pasrah kepada Allah swt. Nah, keuntungan yang mengimbangi keprihatinan hidupku ini yang menambah bukti keampuhan teori sabar dan syukur itu. Teori itu jugalah yang telah meloloskan aku dari ujian-ujian berat yang pernah aku hadapi sebelumnya.

Aku sadar betul bahwa apa yang terjadi padaku, segala baik dan buruknya, tentu memang merupakan jatahku, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau. Aku tidak mungkin menolaknya meskipun itu (kuanggap) tidak bermanfaat buatku. Tapi toh apapun yang dikehendakiNya tentunya punya manfaat, baik bagi hidupku hari ini atau besok atau di hidupku selanjutnya. Jadi aku hanya perlu ber positive thinking menerima dan menjalani hari hariku yang mungkin tidak mengesankan buatku saat ini.

Aku pikir, sementara aku tengah bersusahpayah mengupayakan yang terbaik buatku, akanlah sangat sia-sia jika menambah beban mentalku dengan mengeluhkan segala kekurangan yang belum terpenuhi dan/atau lubang-lubang perangkap yang digali orang lain di sekitarku. Seberapa besarnya kekurangan atau dalamnya lubang itu, selirih apapun keluhanku tidak akan melenyapkannya kalau memang belum waktunya.

Rupanya zona tidaknyaman yang lebih parah sedang aku arungi setelah kurang dari sebulan yang lalu aku masuki ketika aku (ikut) memutuskan untuk membentengi diri dari keindahan duniawi yang semu dan menguras energi. Tapi timing-nya seolah sangat amat tepat ketika bulan suci Ramadhan memang sudah begitu dekatnya dijelang. Jadi anggap saja keparahan ini adalah sebuah mukadimmah dari ujian kesabaran dan keikhlasan yang siap menghampiri seminggu lagi.

Sudah saatnya aku berpikir lebih jenih dan bijaksana dalam menjalani segala ketidaknyamanan ini tanpa menghalalkan apa yang menjadi larangan buatku. Kalaupun aku harus melacurkan diri, biarlah idealismeku yang jadi taruhannya...bukan agamaku. Dan jika harus ada yang aku korbankan, biarlah itu menjadi martabatku di mata manusia...bukan nilai keimananku di mata Allah. In shaa Allah dengan berserah diri kepada keputusanNya, semuanya akan menjadi baik sebagaimana yang telah dikehendakiNya...aamiin.

Selamat datang Ramadhan...