Friday, September 24, 2010

MP Video - (another) Everlasting Love




EVERLASTING LOVE - Howard Jones

he wasn't looking for a pretty face
she wasn't searching for the latest style
he didn't want someone who walked straight off the TV
she needed someone with an intimate smile

she wasn't looking for a cuddle in the back seat
he wasn't looking for a five minute thrill
she wasn't thinking of tomorrow or of next week
this vacancy he meant to permanently fill

chorus:
i need an everlasting love
i need a friend and a lover divine
an everlasting precious love
wait for it, wait for it, give it some time

back in the world of disposable emotion
in the climate of temporary dreams
he wasn't looking for a notch on his bedpost
a love to push, pull and burst at the seams

chorus:
i need an everlasting love
i need a friend and a lover divine
an everlasting precious love
wait for it, wait for it, give it some time

is this love worth waiting for?
bitterness will die for sure
something special, something pure
is this love worth waiting for?

Friday, September 10, 2010

MP Blog - Lebaran Biru

Kalau di negri sebrang, istilah biru itu sering diartikan sebagai sesuatu yang menyedihkan atau sendu. Di negri kitapun ada istilah haru biru. Mungkin kalau disimpulkan, biru itu mewakili suasana atau situasi yang melankolis.

Dan kala umat Muslim bersiap-siap menyambut datangnya hari kemenangan, dimana perayaannya ditandai dengan aneka rupa mercon yang menghiasi langit tadi malam. Di saat suara-suara yang indah berkumandang dimana-mana dan orang berpawai keliling kota sambil menikmati berhentinya hujan deras yang cukup awet menyirami kota sejak siang hari, saya justru harus membatalkan semua rencana yang telah saya susun untuk tadi malam dan hari ini.Dari acara kumpul keluarga, sholat Ied bersama sampai berziarah ke makam orang tua, semua harus saya tunda sementara.
Demam yang diderita anak saya sulung sejak hari minggu yang lalu rupanya tak terkalahkan dengan usaha yang telah saya lakukan. Akhirnya, keputusan saya telah mutlak untuk menyerahkan usaha penyembuhannya kepada pihak rumah sakit.
Mungkin memang sekilas kelihatannya saya bisa kecewa atas kejadian ini yang jatuhnya tepat di akhir bulan suci. Namun bagi saya, semua rencana yang saya telah batalkan itu tidak punya arti yang lebih penting dari pada usaha pemulihan kembali kesehatan anak saya. Toch saya pasti juga tidak akan tenang melakukan aktifitas apapun selama anak saya masih dalam kondisi yang kmengkhawatirkan menghadapi gejala DBD ini.
Saya sadar bahwa hal ini tidak lain hanya sebuah ujian yang menjadi bagian dari hidup saya dan saya dengan senang hati akan menerimanya.

Jadi... saya tidak keberatan jika ada yang menyebut lebaran kali ini sebagai lebaran yang biru. Tak hanya pantas untuk kondisinya, kebetulan warna favorit saya memang biru.


Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431H
Mohon maaf lahir & bathin.

Wednesday, September 8, 2010

MP Blog - PulKams


Hampir tiap tahun selalu saja ada yang bertanya apakah saya akan pulang kampung menjelang Lebaran. Ada yang memang baru kenal, ada juga yang sudah pernah tanya tapi tidak ingat jawabannya, dan ada yang tanyanya basa basi hanya karena hal itu lagi jadi trending topic.
Dan jawaban saya selalu sama tiap tahun... TIDAK. Alasannya:

  • Saya ini bisa dikatakan tidak punya kampung.
  • Kalaupun punya kampung, saya tidak punya sanak saudara di sana karena mereka telah dibinasakan oleh impian "hidup di ibukota".
  • Kalaupun masih ada sanak saudara, saya tentunya tidak akan pulang kampung kalau harus kena macet di sana sini.
  • Kalaupun saya mau kena macet, biasanya saya "cekak" di saat** spt ini.
  • Kalaupun saya punya uang cukup, lebih baik saya tabung daripada untuk bayar ongkos yang harganya berlipat dari harga di waktu normal.
  • Dan kalau tabungan saya sudah banyak, saya mau naik haji aja aaaaahhhh.... 
Soalnya saya suka tinggal di kota yang saat** spt ini lagi lengang... kapan lagee??




Tuesday, September 7, 2010

MP Blog - TKI Kita....


KOMPAS.com - Menanggapi konflik dengan Malaysia , Ketua DPR Marzuki Alie mendukung sikap lunak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Alasannya, dengan bersikap tegas terhadap Malaysia , Indonesia cuma akan mendapatkan harga diri. Sementara ada 2 juta TKI yang harus dilindungi.

Padahal, ketidaktegasan itulah yang membuat penganiayaan TKI terus berulang. Ketidaktegasan itu sendiri bisa menjadi isyarat adanya persekongkolan antara Indonesia dan Malaysia yang menghendaki bisnis jual beli TKI tetap aman terkendali.

Kebijakan Malaysia

Malaysia adalah pengimpor TKI terbesar. Setidaknya, 85 persen buruh migran di Malaysia adalah TKI. Angka ini menunjukkan bahwa ketergantungan Malaysia pada TKI sangatlah tinggi. Meski demikian, dari sudut pandang keselamatan manusia, Malaysia sudah tidak layak menjadi negara tujuan TKI.

Kebijakan Malaysia untuk buruh migran secara eksplisit melegalkan perbudakan. Bagi buruh migran yang bekerja sebagai PRT, misalnya, Malaysia menerapkan kebijakan yang membuat majikan bisa berganti-ganti PRT, tetapi PRT tidak punya hak untuk berganti majikan.
Visa dan permit kerja PRT melekat pada satu majikan dan Malaysia memberikan wewenang kepada majikan menahan paspor PRT agar mereka tidak lari.

Ketika PRT mengalami penganiayaan, aturan yang diterapkan Malaysia menghambat mereka melaporkan kasusnya sebab pelaporan bisa berdampak deportasi. Kalaupun PRT berhasil melaporkan kasusnya, ada aturan lain yang menghambat mereka memperoleh keadilan.
Malaysia mewajibkan buruh migran yang menunggu penyelesaian kasus kekerasan untuk mengajukan permohonan visa khusus yang harganya 100 ringgit. Visa khusus ini berlaku hanya satu bulan.
Padahal, penyelesaian kasus kekerasan butuh waktu sampai empat tahun. Sementara pemegang visa khusus tidak diperbolehkan bekerja. Akhirnya TKI yang mengalami penganiayaan memilih untuk menyerah ketimbang memperkarakannya.
Kalaupun kasus penganiayaan itu berhasil dibawa ke pengadilan, pengadilan Malaysia condong berpihak pada kepentingan warga Malaysia. Dalam kasus penganiayaan Nirmala Bonat, majikan bisa bebas dari penjara hanya dengan membayar 200.000 ringgit.
TKI yang mengalami kekerasan di rumah-rumah majikan tak punya pilihan. Mereka terpaksa lari dari majikan dan menjadi TKI ilegal atau tetap bertahan dalam kondisi perbudakan. Setiap bulan 1.200-2.550 PRT lari dari majikan akibat kekerasan, gaji tidak dibayar, atau kondisi kerja berat. Dari jumlah tersebut, tidak sampai 10 persen yang ditangani KBRI.
Kebijakan Indonesia

Kebijakan Indonesia tidak kalah kejam dengan Malaysia. Malaysia melegalkan perbudakan, sementara Indonesia membuka peluang perdagangan orang. Sebab, pemerintah lebih banyak menyerahkan perlindungan TKI pada PJTKI. Mulai dari perekrutan, pelatihan, pengurusan dokumen, sampai penyelidikan kematian TKI di luar negeri diserahkan kepada PJTKI.
Yang terjadi, catatan International Organization of Migrant menunjukkan, 67 persen korban perdagangan orang direkrut PJTKI resmi.

Kalau kita simak isi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, 93 persen pasal bicara soal bisnis penempatan TKI. Hanya 7 persen pasal yang bicara tentang perlindungan TKI.

Undang-undang juga menciptakan konflik antara Kemennakertrans dan BNP2TKI yang kian memperlemah perlindungan TKI. Bisa dipahami, ketika 513 TKI meninggal di Malaysia pada tahun 2008, Presiden tidak tahu.
Ratusan TKI terancam hukuman mati, pemerintah juga terlambat tahu. Padahal, dari 513 TKI yang meninggal itu, 87 persen adalah TKI berdokumen. Menjadi TKI legal sekalipun tak terjamin keselamatannya.

Kini perlindungan TKI semakin buruk. Serikat Buruh Migran Indonesia mencatat, dalam dua tahun terakhir kasus penganiayaan TKI meningkat 39 persen, kasus kekerasan seksual meningkat 33 persen, kasus kecelakaan kerja meningkat 61 persen, dan kasus TKI sakit meningkat 107 persen.
Data BNP2TKI juga menunjukkan, proporsi TKI berkasus meningkat dari 12,6 persen pada tahun 2009 menjadi 21 persen pada tahun 2010.

Persekongkolan

Kita banyak mengecam Malaysia atas penganiayaan TKI. Padahal, pemerintah Indonesia lebih kejam terhadap TKI. Malaysia melegalkan perbudakan demi membela kepentingan warga dan bangsanya sendiri.
Sementara berhadapan dengan sistem perbudakan Malaysia, Pemerintah Indonesia justru membuat kebijakan yang mempermudah warganya diperdagangkan dan tidak hadir di saat TKI menghadapi masalah hingga kehilangan nyawa.

Ironis bahwa saat TKI didorong memperbesar devisa, mengumpulkan uang receh negara tetangga dengan risiko kehilangan nyawa, para pejabat justru memperbesar korupsi dan DPR sibuk membangun gedung mewah dengan spa, fitness center, dan kolam renang demi kesenangan sendiri.

Di mata dunia, Indonesia adalah negara paling buruk dalam perlindungan warganya di luar negeri. Sekadar perbandingan, ketika buruh migran Filipina dideportasi dari Malaysia tahun 2002 dan seorang di antaranya dilecehkan secara seksual, Presiden Filipina datang ke Malaysia, menjemput mereka, dan mempersoalkan pelecehan yang menimpa warganya. Tindakan tegas itu memaksa Mahathir meminta maaf secara publik kepada pemerintah dan bangsa Filipina.
Buruh migran Filipina di Malaysia hanya 6 persen, tetapi Filipina mampu memaksa Malaysia membuat memorandum of agreement (MOA). Dengan 85 persen PRT di Malaysia, Indonesia sama sekali tidak mampu memaksa Malaysia membuat memorandum of understanding (MOU) yang tingkatnya lebih rendah daripada MOA.

Malaysia akan terus bertindak sewenang-wenang kepada TKI karena di hadapan Malaysia, Pemerintah Indonesia sudah kehilangan harga diri. Harga diri itu sendiri lokusnya pertama-tama bukan pada sikap atau tindakan bangsa lain, melainkan pada sikap para pemimpin terhadap anak-anak bangsanya sendiri. Kalau pemimpin tidak menganggap satu nyawa warga berharga bagi bangsa, bagaimana mungkin bangsa lain menghargai kita.

Bisa dipahami kalau kemudian ada sekelompok warga Indonesia melakukan aksi melempar kotoran ke kantor Kedutaan Besar Malaysia. Sebab, melempar kotoran di kantor pemerintah dan DPR tiada guna lagi. Bagi mereka, devisa dan gedung mewah lebih berarti daripada harga diri.

Akhir kata, sikap lunak Presiden SBY terhadap Malaysia di tengah memburuknya perlindungan TKI mengisyaratkan adanya persekongkolan antara Indonesia dan Malaysia agar sistem jual beli TKI tetap aman terkendali.
Sekadar mengingatkan, bisnis jual beli TKI adalah bisnis besar sarat keuntungan yang melibatkan demikian banyak pihak, termasuk para anggota DPR dan pejabat tinggi hingga rendahan RI.

*Sri Palupi Direktur Ecosoc; Pernah Meneliti Masalah Buruh Migran Indonesia di Malaysia

oh Indonesiaku....

Monday, September 6, 2010

MP Video - After The Dance


An awesome piece by the original lineup of Fourplay when Nathan East took the stand. And those back voices of "The Phils" ...& Bob James? It's everything you want to have in a jazz show!! Simply marvelous...

(ps. wishing a speedy recovery to Nathan who just got an Achilles tendon surgery recently)

Now, may I have this dance?



Saturday, September 4, 2010

MP Blog - Oh... Sandalku


Pagi tadi saya menyempatkan diri menunaikan shalat subuh di masjid dekat rumah. Seusai shalat saya memutuskan untuk bersantai sejenak sebelum beranjak pergi karena saya sadar begitu kembai tiba di rumah kemungkinan besar saya akan meneruskan kembali tidur saya di hari libur ini. Apalagi dengan cukup banyaknya jemaah yang hadir saat itu saya merasa malas untuk ikut berduyun-duyun melewati pintu masjid.

Setelah lumayan sepi, saya mengajak anak saya untuk meninggalkan masjid. Saya terkejut saat saya tak dapat menemukan sandal saya. Awalnya saya tidak menduga jika sandal itu raib. Anak saya justru sempat menanyakan jika mungkin saya lupa dimana meletakkannya. Namun saya ingat betul saya posisikan di sebelah sandalnya. "Wah...kejadian lagi nih" saya pikir. Memang ini bukan kali pertama saya kehilangan alas kaki. Dulu saya pernah kehilangan sepatu saya usai menunaikan shalat Jum'at di masjid lain. Lebih sialnya lagi, tak satupun pasang sandal yang tersisa sehingga saya menganggap bahwa ini bukan sekedar salah pakai belaka.
Ingin kesal tapi saya baru mulai puasa & baru selesai shalat. Ingin ikhlas tapi sulit karena tidak ada yang menjual sandal/sepatu bekas seperti saat Juma'atan dulu.
Penjaga masjid yang menghampiri kemudian juga merasa heran karena hal ini tidak pernah terjadi pada saat shalat Subuh.

Yaah... sandal saya bukan sandal mahal pun sandal baru. Kondisinya jelas terlihat seperti barang "second" tapi enak sekali dipakainya bagai sudah "nge-cap" di kaki saya dan merupakan sandal saya satu-satunya. Apa iya memang perlu saya gembok lain kali?
....naseeeb.
Dan karena saya memang tak punya pilihan lain, saya harus pulang "nyeker" tanpa mengharapkan hal buruk terjadi pada yang mengambilnya..
Kalau boleh, saya hanya berharap dapat pahala dari tiap langkah pemakai berikutnya.... aamiiin....





Earl Klugh - Dance With Me



 

If I could share just one dance with you, I would pick a song that never ends.