Thursday, October 25, 2012

Tanpa Jaminan


Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah atau sehari sebelum Hari Raya Idul Adha. Dinamakan puasa Arafah karena pada saat itu jamaah haji sedang wukuf di Padang Arafah. Puasa Arafah dianjurkan bagi yang tidak berhaji sedangkan bagi yang sedang berhaji tidak disyariatkan berpuasa.
Keutamaan Puasa Arafah
Rasululllah bersabda: “Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan dosa setahun akan datang.Puasa asyuro (10 Muharam) akan menghapus dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim)

“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arofah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan, segala pujian dan Allah yang menguasai segala sesuatu)”.” (HR. Tirmidzi, hasan)

Begitulah tepatnya isi pesan singkat (yang cukup panjang) yang aku terima di ponselku dari seorang kerabat dekat. Dan pesan itu hanya satu diantara beberapa pesan lainnya yang bernada serupa.
Sekali lagi aku mendecak sendiri. Bukan karena himbauan itu sendiri tapi justru karena para pengirim pesan ini. Terbayang olehku, sementara di waktu-waktu seperti sekarang yang sudah mendekati hari raya Idul Adha mereka sibuk mengirim anjuran seperti ini sambil membawa nama Rasulullah, namun di waktu lainnya mereka umumnya masih lebih suka menyibukkan diri dengan segala urusan duniawinya...suatu hal yang tidak dilakukan oleh Rasulullah.

Sebenarnya apa yang terlintas dalam benak mereka saat mereka mengajak orang lain melakukan tauladan Rasulullah? Mungkinkah mereka, karena suasana yang makin mereligius menjelang hari besar seperti ini, seolah lupa akan segala tindak tanduk negatifnya, atau memang mereka benar-benar berniat bertobat? Tanpa meragukan kebenaran sabda Rasulullah, aku dengan mudah berburuk sangka bahwa dengan melakukan puasa Arafah, dosa mereka setahun kemarin dihapuskan, dan dengan ringannya mereka kemudian dapat lebih mengumbar nafsu duniawinya setelah menganggap telah mengantongi penghapusan dosa-dosa yang akan mereka lakukan selama satu tahun ke depan. Wow...nyaman sekali!

Aneh bahkan lucu kelihatannya jika himbauan atau ajakan seperti ini datang dari orang yang selama ini begitu teganya merampas hak orang lain. Dengan semena-mena mengabaikan berbagai larangan agama demi kepuasan dirinya sendiri. Mungkin akan masuk akal bila himbauan ini diiringi dengan aksi pengembalian hasil rampasannya lengkap dengan permintaan maaf atas segala kekhilafannya sambil berjanji utnuk tidak mengulanginya. Kalau tidak, akan sama saja dengan menikmati hidangan sahur dan buka puasa yang dibelinya dengan uang yang bukan menjadi haknya. Menjalankan puasa di tengah-tengah harta yang menjadi kebanggaannya sebagai simbolisasi kesuksesan hidupnya.

Banyak sekali orang yang begitu dahsyat usahanya mendapatkan air kehidupan ini melebihi kecukupannya hingga merasa perlu merenggut hak orang lain sampai-sampai tidak mampu lagi menyadari jika mereka tidak sepantasnya berteriak-teriak mengajak orang lain untuk melakukan ibadah. Butuh kesadaran yang tinggi dan jiwa yang bersih untuk seseorang memberi nasihat dan himbauan seperti ini. Belum lagi pakai bumbu kekesalan dan kemarahan atau bahkan sekedar hasrat untuk berdebat jika himbauannya tidak diindahkan dan mendapat penolakan.

Selain mengejar penghapusan dosa 2 tahun, aku tidak tau alasan lain orang ingin melaksanakan puasa ini. Apakah mugnkin sebagai penghormatan pada mereka yang tengah menunaikan ibadah haji dan berada di padang Arafah? Yang jelas, para jemaat haji itu tidak melakukannya. Bagiku. respek kepada para jemaat itu cukup aku wujudkan dalam bentuk pelaksanaan ibadah shalat Ied smbil berdoa untuk keberhasilan dan keselamatan mereka. Karena biar bagaimanapun, beban hidup mereka sekembalinya dari perjalanan haji akan sangat berat guna mendapatkan kemabruran hajinya. Sekali lagi, urusan duniawi jelas harus jauh dari prioritas kehidupannya.

Aku tidak sedikitpun berniat untuk menghadapi ujian berpuasa Arafah, karena apa yang tengah aku hadapi dalam hidup saat ini sudah menjadi suatu ujian yang sangat berat. Hari-hariku telah penuh dengan ujian berat yang harus aku lewati dengan sebaik mungkin agar aku bisa menetapkan langkahku di jalanNya.
Aku juga tidak tergiur dengan peghapusan dosa itu, karena aku hanya bisa berharap taubat yang pernah aku mohon kepadaNya atas setiap dosaku di waktu yang lampau dihadiahi pengampunan dan penghapusan tanpa penentuan batasan periode. Dan aku hanya bisa berharap bisa menghindari diri dari dosa di waktu mendatang tanpa merasa perlu punya jaminan keselamatan bak surat sakti atau kekebalan hukum.