Buat mudik lumayan irit biaya bensin nih...
Thursday, August 30, 2012
Wednesday, August 29, 2012
You Are My Answer To It All
I finally got the words straight from the artist himself through a personal message, so I could create my own version of this fine tunes. Thank you so much Mr. Taco Ockerse.
Tuesday, August 28, 2012
Jurang Hutang
Aku itu selalu merasakan mual kalau diposisikan sebagai orang yang tidak mampu mengembalikan hutang ketika ditagih pada waktunya. Apalgi jika penagihan itu datang membombardir dari hari ke hari sampai benar-benar mengganggu ketenanganku. Telpon dari nomor-nomor yang tak dikenal harus aku abaikan agar aku tidak perlu secara tidak sengaja berbicara dengan orang yang bermaksud menagih hutang. Keceriaan sebesar apapun dapat begitu saja sirna ketika penagihan itu terjadi. Sudah berkali-kali aku berada dalam situasi seperti itu namun aku tidak akan pernah terbiasa dengannya. Aku sering membayangkan betapa indah dan tenangnya hidupku jika mampu memiliki segalanya tanpa harus berhutang.
Belakangan ini, aku dapat kabar tentang seorang kerabat yang diduga punya hutang yang menggunung demi kemakmuran hidupnya sekeluarga. Itu jelas menerangkan bagaimana ia tau-tau dapat memiliki begitu banyak kekayaan yang (aku anggap) berlebihan. Parah sekali jika kabar itu ternyata benar. Yang lebih parah lagi adalah bahwa dalam keserakahannya, ia tidak menyadari bagaimana hutang yang ditanggungnya itu dapat tiba-tiba menjadi hal yang mematikan baginya dan keluarganya. Bahwa apa yang diharapkannya bisa menjadi sumber masukan untuk membayar hutangnya dapat hilang begitu saja setiap saat. Dan hal itu mungkin sekali terjadi karena semua itu ia dapatkan lewat cara yang sesat. Ia begitu mudahnya menggunakan kepandaiannya dalam membohongi orang. Begitu pandainya ia hingga tidak sedikit orang yang terbuai oleh bualannya. Namun ia juga harus terus menerus menciptakan kebohongan baru untuk menutupi kebohongan yang terdahulu sehingga akhirnya ia menjadi sangat sibuk dalam mengatur hidupnya yang penuh dengan kebohongan, sementara ia juga teledor dalam menjaga sikap dan segala tindak tanduknya.
Kini satu demi satu korbannya mulai menyadari ulahnya dan tidak semuanya merelakan hal itu berlalu begitu saja. Pembalasan yang mungkin hingga kini tidak disangkanya bisa terjadi mulai terlihat gejalanya. Karma yang tidak pernah terpikirkan olehnya bisa segera berlaku baginya. Dan pada saatnya nanti, ketika semua pintu rezeki baginya sudah tertutup rapat, ia mungkin akan dicari oleh banyak pihak yang menuntut balik semua kenyamanan yang telah ia dapatkan lewat aksi keserakahannya itu. Mungkin baru saat itulah ia menyadari dalamnya jurang yang telah ia ciptakan selama ini untuk dirinya sendiri. Mengerikan sekali gambaran itu. Aku bisa membayangkan, jika aku berada di tempat ia berdiri, aku akan begitu mualnya hingga muntah darah!
Belakangan ini, aku dapat kabar tentang seorang kerabat yang diduga punya hutang yang menggunung demi kemakmuran hidupnya sekeluarga. Itu jelas menerangkan bagaimana ia tau-tau dapat memiliki begitu banyak kekayaan yang (aku anggap) berlebihan. Parah sekali jika kabar itu ternyata benar. Yang lebih parah lagi adalah bahwa dalam keserakahannya, ia tidak menyadari bagaimana hutang yang ditanggungnya itu dapat tiba-tiba menjadi hal yang mematikan baginya dan keluarganya. Bahwa apa yang diharapkannya bisa menjadi sumber masukan untuk membayar hutangnya dapat hilang begitu saja setiap saat. Dan hal itu mungkin sekali terjadi karena semua itu ia dapatkan lewat cara yang sesat. Ia begitu mudahnya menggunakan kepandaiannya dalam membohongi orang. Begitu pandainya ia hingga tidak sedikit orang yang terbuai oleh bualannya. Namun ia juga harus terus menerus menciptakan kebohongan baru untuk menutupi kebohongan yang terdahulu sehingga akhirnya ia menjadi sangat sibuk dalam mengatur hidupnya yang penuh dengan kebohongan, sementara ia juga teledor dalam menjaga sikap dan segala tindak tanduknya.
Kini satu demi satu korbannya mulai menyadari ulahnya dan tidak semuanya merelakan hal itu berlalu begitu saja. Pembalasan yang mungkin hingga kini tidak disangkanya bisa terjadi mulai terlihat gejalanya. Karma yang tidak pernah terpikirkan olehnya bisa segera berlaku baginya. Dan pada saatnya nanti, ketika semua pintu rezeki baginya sudah tertutup rapat, ia mungkin akan dicari oleh banyak pihak yang menuntut balik semua kenyamanan yang telah ia dapatkan lewat aksi keserakahannya itu. Mungkin baru saat itulah ia menyadari dalamnya jurang yang telah ia ciptakan selama ini untuk dirinya sendiri. Mengerikan sekali gambaran itu. Aku bisa membayangkan, jika aku berada di tempat ia berdiri, aku akan begitu mualnya hingga muntah darah!
Tuesday, August 14, 2012
Ajaran Untuk Anakku
Sabtu malam kemarin, aku menunaikan ibadah tarawih lagi bersama kedua putraku. Aku memang telah mengamankan malam itu untuk tujuan tersebut karena dua malam sebelumnya kondisi badanku tidak cukup sehat bahkan untuk diajak melakukan ibadah yang harusnya istimewa mengingat sudah masuk 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Esoknya, ketika tengah berbuka puasa, mereka mencoba memastikan padaku atas rencana tarawih malam itu. Mereka terkejut ketika aku mengatakan bahwa aku tidak berencana untuk tarawih karena rupanya mereka mengira di sepuluh hari terakhir Ramadhan, aku akan mengintensifkan ibadah tarawihku. Lalu aku jelaskan pada mereka tentang Lailatul Qadar yang seyogyanya terjadi di malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir, yang menjadi alasanku untuk melakukan ibadah tarawih hanya di malam-malam tersebut.
Aku yakin tentu saja akan ada orang yang berpendapat bahwa caraku menyiasati 10 malam terakhir Ramadhan itu tidak tepat, namun....itulah aku.
Ya...itulah aku, seorang muslim, yang bukan Islam KTP tapi juga bukan yang fanatik. Aku bukan tipe muslim yang sholat wajibnya bolong-bolong atau tidak menganggap sholat Jum'at sebagai suatu kewajiban, atau menganggap sholat wajib dapat dengan mudah ditunda dan dipindahkan ke waktu-waktu lain, dlsb, namun aku juga bukan tipe muslim yang percaya bahwa ada doa-doa khusus tertentu yang pasti mustajab dalam mengatasi masalah tertentu, atau harus selalu melakukan sholat wajib di masjid dan kalau perlu di barisan terdepan, atau bahkan selalu membumbui semua ucapanku dengan hal-hal yang bersifat religi. Bukan. Aku hanya seorang muslim sederhana yang berusaha menngedepankan 5 kewajibanku dan melaksanakan perintahNya sesuai yang tertulis dalm Al-Qur'an tanpa berusaha menggali-gali untuk mendapatkan makna yang ada dibaliknya. Bukan seseorang yang berteriak-teriak mengingatkan orang lain untuk menjadi lebih Islami karena aku seharusnya sudah cukup sibuk melaksanakan tugas khusus untuk menjaga diriku sendiri menjadi penganut agama Islam seperti yang aku hendaki.
Aku memang tidak dibesarkan dalam keluarga yang ketat agamanya. Bahkan aku menghabiskan masa-masa sekolahku di sekolah non-Islam yang pada zaman itu termasuk sekolah terhebat di Jakarta. Meski sempat mendatangkan guru mengaji ke rumah, orang tuaku juga bukan tipe yang mengharuskan anak-anaknya mempelajari agama secara ekstrim dan mereka membiarkan kami untuk menerima ajaran Islam yang simpel. Bukannya hal itu lalu menelantarkan aku dalam beragama, justru aku lebih bisa menghargai nilai-nilai ajaran Islam yang aku anggap tidak pernah menggandeng unsur pemaksaan. Aku percaya bahwa yang dimaksud sebagai agama yang "mudah" oleh Allah swt, adalah kemudahan tiap individu dalam menjalaninya sesuai dengan interpretasinya secara individu. Bagiku, kerumitan akan Islam yang mungkin ditemui justru merupakan hasil dari pengartian yang kompleks, yang justru mendiskreditkan kemudahannya.
Tidak banyak memang, orang di negeri ini yang berpikir secara sederhana dibanding mereka yang cenderung mencari dan mencari jawaban yang dirasa paling pas. Banyak sekali orang yang mencari jawaban yang lain hanya karena alasan ingin menjadi orang yang terpandang dalam agama (Islam). Hal ini sangat aku maklumi mengingat betapa pentingnya derajat keagamaan seseorang di mata masyarakat kita hingga, sebagai contohnya, seseorang sengaja berdandan dengan kelengkapan pakaian Islamnya agar dianggap sebagai seorang haji. Dan faktanya, seorang haji bisa mendapat penghargaan lebih tinggi dari masyarakat ketimbang seorang sarjana atau pejabat. Orang berlomba-lomba mendapatkan penghargaan seperti itu dengan cara menunjukkan hasil penggaliannya atas ajaran-ajaran Islam atau dengan menggunakan ciri khas tertentu untuk bisa dijadikan trend baru, sehingga kemudian apa yang tampak sebenarnya bisa saja hanya sesuatu yang semu mengingat mereka hanyalah manusia biasa yang bisa setiap saat terjerat urusan duniawi. Karena itulah aku tidak pernah mengidolakan satupun pemuka agama atau falsafah-falsafah lain tentang ajaran Al-Qur'an diluar pengkajianku sendiri atasnya.
Jika disini, orang begitu memperhatikan cara berpakaian, cara bicara, perilaku, topik pembicaraan, yang kemudian dianggapnya bisa menempatkannya pada posisi tertentu di masyarakat, saya justru takjub pada kesederhanaan pengelolaan jemaat yang mengunjungi tanah suci, dimana saat itu tidak satupun sosok yang berkesempatan untuk menonjolkan kelebihannya dalam hal apapun. Disana, berbagai tipe kaum muslim berbaur menjadi satu tanpa pengecualian yang dipengaruhi oleh harta, tahta maupun ilmu. Pelbagai aliran Islam disatukan di atas tanah suci dimana tidak satu orangpun berhak mempermasalahkan perbedaanya. Segala sesuatunya kembali kepada urusan antara tiap jemaat berdua dengan Allah swt...itu saja. Setinggi-tingginya derajat atau sekaya-kaya dan sepandai-pandainya seseorang di tempat asalnya, ia disana akan mendapat perlakuan yang sejajar dengan jemaat lainnya, yang jelata atau miskin atau mungkin bodoh. Saat sholat, ia mungkin berdiri diapit jemaat yang miskin dan yang bodoh.
Aku tidak ingin kedudukan, harta ataupun hal-hal duniawi lainnya membutakan putra-putraku. Aku ingin mereka menjadi umat muslim yang sederhana yang tidak pernah menghindar dari ajaran-ajaran agama Islam karena dianggap rumit dan sulit. Aku bersyukur bahwa aku menjadi seorang muslim seperti ini dengan segala kesederhanaan pemikiran agama yang telah ditawarkan padaku sejak kecil dan itulah yang aku tawarkan pada putra-putraku. Aku berharap mereka bisa menjalani hidupnya kelak nanti dengan kesederhanaannya beragama.
Aku tidak menganggap remeh Islam dan aku juga tidak menskralkannya sedemikian rupa sehingga menjadi suatu agama yang menakutkan. Islam seharusnya adalah agama yang mudah dan nikmat untuk dianut. Dan itulah yang aku ajarkan pada mereka.
Thursday, August 9, 2012
MP QN - Love Theme
Kalau saat mendengarkan lagu ini yang ada dalam benak anda adalah sebuah pesawat Cathay Pacific yang tengah melayang di angkasa, maka anda boleh bangga krn anda termasuk yang beruntung pernah hidup di era keemasaan.
Tuesday, August 7, 2012
Unwanted News
After hearing rumors so many times and even signing a couple of petitions to keep it existing, I finally have to accept the fact that they're going to shut Multiply.com down. So it's like having to leave the house that I have well built since March 2007. It's probably the most comfortable account called home among others. It still gives me so much joy in making good friends and maintaining the friendships. It's the place where I can really explore and exploit my sense of art in posting what I have in mind.
Well...nothing lasts forever and I guess this is where the bus stops. I'm trying to find another place like it now, and for the time being I will make here as the place to crash in temporarily. And for that, I will move most of its content here as drafts until I get the new place. Should I be so unfortunate, that I can't find another shack, then I would launch them here instead as antiques. Not a wise choice of course but it would have to be executed that way.
So let's hope I would find that new home....
Monday, August 6, 2012
Teganya...
Masya Allah!
Aku baru menemukan lagi kebohonganmu. Benar-benar sulit dipercaya kebenarannya. Setelah apa yang kau katakan selama ini untuk meyakinkanku hingga kau rela bersumpah atasnya? Hei...apakah kau menyadari kalau suatu hari aku akan mungkin mengetahui kebohonganmu seperti yang pernah terjadi? Apa kau tidak belajar apa-apa dari peristiwa yang pernah terjadi? Apakah begitu rendahnya dirimu sehingga kau tidak punya malu lagi untuk terus membohongiku? Apakah ini pengaruh dari sekelilingmu atau memang sifat aslimu yang sudah terlanjur membusuk dibalik segala kepalsuan yang kau tampilkan selama ini?
Masya Allah!
Mungkin itu sebabnya aku sering tidak mampu mempercayaimu sepenuhnya meskipun kau sudah berusaha memaparkan bukti-bukti yang kau pikir dapat membantu menyembunyikan kebohonganmu. Mungkin juga jika aku tidak mencoba memaksakan diri untuk mempercayaimu, namun justru mencoba mencari tau kebenaran yang sesungguhnya sejak dini, sudah lama pula aku membongkar kebohonganmu padaku. Hanya saja aku terlalu ingin percaya bahwa engkau tidak seperti yang lain.
Aku berpikir dan berpikir keras tentang bagaimana menyikapi hal ini. Apakah aku harus datang kepadamu dan membentakmu sambil memaparkan apa yang aku ketahui, atau hanya berdiam dan menunggu waktu yang tepat untuk menindaklanjutinya? Datang kepadamu mungkin hanya membuatmu sedikit malu dan berujung pada suatu perdebatan yang konyol mengingat sifatmu yang begitu arogan untuk mengakui kesalahanmu meskipun fatal. Sedangkan berdiam diri akan mengikis perlahan bathinku meskipun aku bisa terhindar dari sakit hati yang lebih mendalam. Setidak-tidaknya aku menyediakan waktu untuk menyiasati apa yang akan aku lakukan selanjutnya sambil mencoba menjaga emosiku yang saat ini siap meledak.
Ya, ya, ya. Mungkin memang sebaiknya aku berdiam diri dahulu. Aku juga ingin tau apa lagi kebohongan yang telah kau tawarkan padaku. Dan mungkin saja, setelah hal ini terulang dan terulang lagi, kau mau memberanikan diri untuk datang dan mengaku padaku bahwa kau telah sengaja membutakan aku, dengan alasan apapun yang menjadi pembelaanmu.
Aku akan bersikap seperti biasa dan membiarkamu merasa aman dengan dustamu sambil aku menyiapkan diri untuk menghadapi yang terburuk yang bisa menimpamu dan diriku tiap saat nanti.
Semoga kau menyadari apa yang kau sembunyikan dan aku ketahui tanpa harus kusebutkan. Aku memilih menantimu menentukan pilihanmu, karena apapun yang kau pilih adalah pilihan buatku juga. Dan jika ternyata apa yang aku ungkapkan ini membingungkanmu, mungkin terlalu banyak kebohongan yang telah kau lakukan. Sekarang kau tinggal menentukan akan membongkar sendiri semua kebohongan itu atau membiarkanku membongkarnya lagi suatu hari nanti dengan caraku sendiri, tanpa bantuanmu, dengan kondisi kita yang telah berbeda.
Masya Allah, teganya dirimu....
Aku baru menemukan lagi kebohonganmu. Benar-benar sulit dipercaya kebenarannya. Setelah apa yang kau katakan selama ini untuk meyakinkanku hingga kau rela bersumpah atasnya? Hei...apakah kau menyadari kalau suatu hari aku akan mungkin mengetahui kebohonganmu seperti yang pernah terjadi? Apa kau tidak belajar apa-apa dari peristiwa yang pernah terjadi? Apakah begitu rendahnya dirimu sehingga kau tidak punya malu lagi untuk terus membohongiku? Apakah ini pengaruh dari sekelilingmu atau memang sifat aslimu yang sudah terlanjur membusuk dibalik segala kepalsuan yang kau tampilkan selama ini?
Masya Allah!
Mungkin itu sebabnya aku sering tidak mampu mempercayaimu sepenuhnya meskipun kau sudah berusaha memaparkan bukti-bukti yang kau pikir dapat membantu menyembunyikan kebohonganmu. Mungkin juga jika aku tidak mencoba memaksakan diri untuk mempercayaimu, namun justru mencoba mencari tau kebenaran yang sesungguhnya sejak dini, sudah lama pula aku membongkar kebohonganmu padaku. Hanya saja aku terlalu ingin percaya bahwa engkau tidak seperti yang lain.
Aku berpikir dan berpikir keras tentang bagaimana menyikapi hal ini. Apakah aku harus datang kepadamu dan membentakmu sambil memaparkan apa yang aku ketahui, atau hanya berdiam dan menunggu waktu yang tepat untuk menindaklanjutinya? Datang kepadamu mungkin hanya membuatmu sedikit malu dan berujung pada suatu perdebatan yang konyol mengingat sifatmu yang begitu arogan untuk mengakui kesalahanmu meskipun fatal. Sedangkan berdiam diri akan mengikis perlahan bathinku meskipun aku bisa terhindar dari sakit hati yang lebih mendalam. Setidak-tidaknya aku menyediakan waktu untuk menyiasati apa yang akan aku lakukan selanjutnya sambil mencoba menjaga emosiku yang saat ini siap meledak.
Ya, ya, ya. Mungkin memang sebaiknya aku berdiam diri dahulu. Aku juga ingin tau apa lagi kebohongan yang telah kau tawarkan padaku. Dan mungkin saja, setelah hal ini terulang dan terulang lagi, kau mau memberanikan diri untuk datang dan mengaku padaku bahwa kau telah sengaja membutakan aku, dengan alasan apapun yang menjadi pembelaanmu.
Aku akan bersikap seperti biasa dan membiarkamu merasa aman dengan dustamu sambil aku menyiapkan diri untuk menghadapi yang terburuk yang bisa menimpamu dan diriku tiap saat nanti.
Semoga kau menyadari apa yang kau sembunyikan dan aku ketahui tanpa harus kusebutkan. Aku memilih menantimu menentukan pilihanmu, karena apapun yang kau pilih adalah pilihan buatku juga. Dan jika ternyata apa yang aku ungkapkan ini membingungkanmu, mungkin terlalu banyak kebohongan yang telah kau lakukan. Sekarang kau tinggal menentukan akan membongkar sendiri semua kebohongan itu atau membiarkanku membongkarnya lagi suatu hari nanti dengan caraku sendiri, tanpa bantuanmu, dengan kondisi kita yang telah berbeda.
Masya Allah, teganya dirimu....
Hari ini hidupku kelam lagi dalam pelatihan ini.
Friday, August 3, 2012
MP Blog - Karya Tatyana Deriy
Perjalanan hidupnya tidak biasa dan ekspresif dan begitu juga kreasinya. Lahir di daerah yang indah di Moskow, tidak jauh dari estate Archangelskoye yang penuh dengan karya-karya arsitek dan dan pematung terkenal, pada usia dini ia telah membuka pandangannya khusus pada dunia yang kemudian mempengaruhi karyanya, berdasarkan harmonisasi dan keindahan.
Pada tahun 1985 ia masuk Moskow Art College, yang kemudian memungkinkannya setelah lulus untuk melanjutkan pendidikannya di Moscow State Institute Akademik. Pada tahun 1999 ia mendapat ijazah dan gelar sebagai seorang pelukis.
Ia sangat menaruh perhatian yang besar terhadap komposisi lukisan. Jarang sekali ditemui benda-benda yang umum terlukis dalam karya-karyanya. Akuratnya semua garis, pewarnaan yang sempurna, perlakuan yang lembut terhadap bentuk, warna dan nuansa teraplikasi dalam setiap karyanya.
Figur-figur boneka dan hewan yang sering dihadirkan dalam karyanya ikut membantu memindahkan "mood" dan perasaan hatinya ke dalam karyanya.
Dalam penggarapan lukisan yang bertemakan anak-anak, ia menemukan masa kecil dalam dirinya, perasaan sukacita dan keriangan yang murni. Lukisan anak-anaknya menampilkan ketulusan yang luar biasa. Lukisannya bisa mengajak pemerhati untuk kembali ke masa kecilnya dan merasakan lagu masa kecilnya sendiri dalam hati.
Lukisan Tatyana Deriy bersifat tradisional dan inovatif. Mereka menyajikan dunia baru melalui interpretasi klasik atas bentuk dan penguasaan teknik seni yang hebat.
Thursday, August 2, 2012
Seratus Lima Puluh Satu Derajat
Sudah berulang kali aku menganggap, setelah menyaksikan apa yang terjadi padaku, seharusnya orang lain mulai berpikir jika aku bukanlah seperti yang mereka kenal selama ini. Bahwa sudah saatnya mereka merubah persepsi mereka tentang seperti apa sebenarnya aku ini. Bahwa mereka harusnya sadar aku ini mungkin saja punya sifat dan cara berpikir yang sangat bertolak belakang dengan yang mereka tau sejauh ini. Aku berulang mencoba mencari pembenaran atas setiap tindakanku sebagai suatu hal yang mewakili diriku yang sebenarnya. Dan jika ada yang menganggap bahwa apa yang aku lakukan itu justru menandakan perubahan dalam diriku, maka kalaupun aku harus terpaksa mengakui adanya perubahan itu tentunya aku anggap itu adalah perubahan yang pantas terjadi karena mengarah ke kebaikan dan kesempurnaan.
Namun tidak jarang pula aku dikucilkan oleh suasana hati dan pikiranku yang membuatku bertanya-tanya sendiri, apakah aku masih bisa menjalani hidupku yang seolah kian tak menentu? Apakah aku sanggup menerima tantangan hidup yang tak bertambah ringan tapi justru sebaliknya? Mampukah aku menerjang segala rintangan yang menghalangi langkahku dan tantangan yang mencoba menghentikan irama hidupku? Masih bisakah aku berjalan tegap dan menuai senyum kemenangan di ujung perjuanganku ini? Cukup terlatihkah akau sehingga cukup kuat untuk menerima semua konsekuensi yang terpapar di depanku?
Setelah menjalani tiga tahun hidupku belakangan ini, aku menyaksikan sendiri bagaimana aku bisa tiba-tiba berubah menjadi sosok yang aku sendiri tak pernah jumpai sebelumnya. Aku bisa menjadi sosok yang seratus lima puluh satu derajat berbeda dari sebelumnya dan menyisakan hanya dua puluh sembilan derajat sebagai kewarasan untuk tidak mengakhiri hidupku. Aku dengan mudahnya kehilangan "coolness" yang dahulu sering dianggap orang lain sangat signifikan denganku. Senyum yang kata ibuku menjadi satu ciri khas-ku juga tidak lagi mudah terlihat. Bahkan musik yang dulu begitu akrabnya denganku kini mengalami kesulitan dalam menetralisir mood-ku yang secara acak seringkali bisa tersaji dalam kesedihan, ketololan, kebencian, kemarahan, dengki, iri, cemburu, putus asa dan lain sebagainya, baik secara individu maupun kompilasi.
Di suatu saat aku bisa saja memaksa orang lain untuk mengerti aku apa adanya sekarang. Namun di lain waktu aku begitu menyadari bahwa aku sendiri sering belum bisa mengerti dan menerima apa yang terjadi padaku. Aku lebih sering menganggap bahwa aku bukan sosok yang berbeda. Aku tetap seseorang dengan pembawaan yang mungkin tidak terlalu tertarik pada banyak hal namun kritikal pada hal yang menjadi perhatianku. Aku bukan orang yang pandai bahkan suka bersosialisasi namun ketenanganku tidak pernah menyesatkan aku di saat aku memilih untuk menyendiri. Senyum dan gurauanku mengakrabkan kehadiranku yang langka dan mungkin hanya sesaat. Dan ketika aku menyadari hilangnya sifat-sifatku yang dulu itu, aku lalu menganggapnya sebagai hal yang sifatnya sementara.
Tapi apakah memang hanya untuk sementara waktu?
Mungkin....mungkin sekali. Satu hal yang aku percaya adalah bahwa penempaan yang telah aku alami puluhan tahun lamanya itu begitu kerasnya sehingga apa yang sempat dianggap sebagai karakterku sudah sangat melekat dalam diri dan tidak mudah sirna begitu saja karena satu atau dua kondisi seperti susu yang terteteskan nila atau panas setahun yang terbasuh hujan sehari. Tapi mungkin juga, segala sifat yang belakangan ini baru terlihat sebenarnya sudah lama ada, hanya saja terkubur dalam-dalam dan akhirnya menampakkan diri setelah aku ditempatkan di posisi yang jauh lebih sulit dari sebelumnya. Artinya, sifat-sifat itu bisa hadir untuk kemudian menetap selamanya atau suatu hari kembali terkubur bersama perubahan situasi yang aku hadapi. Dan hilangnya sifat itu pun bisa berarti aku menjadi kembali seperti dulu atau justru kehilangan akal sehatku.
Aku makin menyadari bagaimana kondisi di sekitarku punya peranan penting dalam memainkan emosiku. Terlebih setelah aku memutuskan untuk mempersempit ruang gerakku bulan ini, yang berarti lebih menggentingkan kondisi itu. Belum lagi hantaman-hantaman yang tiba-tiba datang tak terduga sehingga dapat dengan mudah menumbangkanku dan apa yang aku coba tegakkan. Pada saat seperti inilah aku benar-benar merasa perlu belajar lebih jauh tentang diriku sendiri. Mungkin sekali aku memang belum mengenali diriku yang sebenarnya. Aku mungkin hanya percaya pada apa yang aku ingin percaya tanpa mencoba menerima fakta bahwa aku punya lebih dari yang aku ingin tau...baik itu lebih bagus atau lebih jelek.
Bulan ini bulan pelatihan. Segala yang terjadi adalah bagian dari penempaan diri untuk menghadapi hal yang lebih berat. Sedahsyat dan seberat apapun yang terjadi di bulan ini bisa dianggap hanyalah simulasi dari apa yang akan terjadi nantinya. Aku pikir sudah menjadi keputusan yang tepat jika aku membiarkan diriku diombang-ambingkan gelombang ujian di bulan ini, sehingga nantinya apa yang tersisa dalam diriku adalah hal-hal yang memang layak dipertahankan. Aku perlu berkaca diri dan mengenali lebih baik siapa sebenarnya aku ini agar nantinya aku bisa memulai semuanya dari nol lagi, baik seperti bayi yang baru pertama kali dilahirkan atau seperti bayi yang terlahir sebagai buntut dari sebuah reinkarnasi..
Namun tidak jarang pula aku dikucilkan oleh suasana hati dan pikiranku yang membuatku bertanya-tanya sendiri, apakah aku masih bisa menjalani hidupku yang seolah kian tak menentu? Apakah aku sanggup menerima tantangan hidup yang tak bertambah ringan tapi justru sebaliknya? Mampukah aku menerjang segala rintangan yang menghalangi langkahku dan tantangan yang mencoba menghentikan irama hidupku? Masih bisakah aku berjalan tegap dan menuai senyum kemenangan di ujung perjuanganku ini? Cukup terlatihkah akau sehingga cukup kuat untuk menerima semua konsekuensi yang terpapar di depanku?
Setelah menjalani tiga tahun hidupku belakangan ini, aku menyaksikan sendiri bagaimana aku bisa tiba-tiba berubah menjadi sosok yang aku sendiri tak pernah jumpai sebelumnya. Aku bisa menjadi sosok yang seratus lima puluh satu derajat berbeda dari sebelumnya dan menyisakan hanya dua puluh sembilan derajat sebagai kewarasan untuk tidak mengakhiri hidupku. Aku dengan mudahnya kehilangan "coolness" yang dahulu sering dianggap orang lain sangat signifikan denganku. Senyum yang kata ibuku menjadi satu ciri khas-ku juga tidak lagi mudah terlihat. Bahkan musik yang dulu begitu akrabnya denganku kini mengalami kesulitan dalam menetralisir mood-ku yang secara acak seringkali bisa tersaji dalam kesedihan, ketololan, kebencian, kemarahan, dengki, iri, cemburu, putus asa dan lain sebagainya, baik secara individu maupun kompilasi.
Di suatu saat aku bisa saja memaksa orang lain untuk mengerti aku apa adanya sekarang. Namun di lain waktu aku begitu menyadari bahwa aku sendiri sering belum bisa mengerti dan menerima apa yang terjadi padaku. Aku lebih sering menganggap bahwa aku bukan sosok yang berbeda. Aku tetap seseorang dengan pembawaan yang mungkin tidak terlalu tertarik pada banyak hal namun kritikal pada hal yang menjadi perhatianku. Aku bukan orang yang pandai bahkan suka bersosialisasi namun ketenanganku tidak pernah menyesatkan aku di saat aku memilih untuk menyendiri. Senyum dan gurauanku mengakrabkan kehadiranku yang langka dan mungkin hanya sesaat. Dan ketika aku menyadari hilangnya sifat-sifatku yang dulu itu, aku lalu menganggapnya sebagai hal yang sifatnya sementara.
Tapi apakah memang hanya untuk sementara waktu?
Mungkin....mungkin sekali. Satu hal yang aku percaya adalah bahwa penempaan yang telah aku alami puluhan tahun lamanya itu begitu kerasnya sehingga apa yang sempat dianggap sebagai karakterku sudah sangat melekat dalam diri dan tidak mudah sirna begitu saja karena satu atau dua kondisi seperti susu yang terteteskan nila atau panas setahun yang terbasuh hujan sehari. Tapi mungkin juga, segala sifat yang belakangan ini baru terlihat sebenarnya sudah lama ada, hanya saja terkubur dalam-dalam dan akhirnya menampakkan diri setelah aku ditempatkan di posisi yang jauh lebih sulit dari sebelumnya. Artinya, sifat-sifat itu bisa hadir untuk kemudian menetap selamanya atau suatu hari kembali terkubur bersama perubahan situasi yang aku hadapi. Dan hilangnya sifat itu pun bisa berarti aku menjadi kembali seperti dulu atau justru kehilangan akal sehatku.
Aku makin menyadari bagaimana kondisi di sekitarku punya peranan penting dalam memainkan emosiku. Terlebih setelah aku memutuskan untuk mempersempit ruang gerakku bulan ini, yang berarti lebih menggentingkan kondisi itu. Belum lagi hantaman-hantaman yang tiba-tiba datang tak terduga sehingga dapat dengan mudah menumbangkanku dan apa yang aku coba tegakkan. Pada saat seperti inilah aku benar-benar merasa perlu belajar lebih jauh tentang diriku sendiri. Mungkin sekali aku memang belum mengenali diriku yang sebenarnya. Aku mungkin hanya percaya pada apa yang aku ingin percaya tanpa mencoba menerima fakta bahwa aku punya lebih dari yang aku ingin tau...baik itu lebih bagus atau lebih jelek.
Bulan ini bulan pelatihan. Segala yang terjadi adalah bagian dari penempaan diri untuk menghadapi hal yang lebih berat. Sedahsyat dan seberat apapun yang terjadi di bulan ini bisa dianggap hanyalah simulasi dari apa yang akan terjadi nantinya. Aku pikir sudah menjadi keputusan yang tepat jika aku membiarkan diriku diombang-ambingkan gelombang ujian di bulan ini, sehingga nantinya apa yang tersisa dalam diriku adalah hal-hal yang memang layak dipertahankan. Aku perlu berkaca diri dan mengenali lebih baik siapa sebenarnya aku ini agar nantinya aku bisa memulai semuanya dari nol lagi, baik seperti bayi yang baru pertama kali dilahirkan atau seperti bayi yang terlahir sebagai buntut dari sebuah reinkarnasi..
Subscribe to:
Posts (Atom)