Kemarin sore ketika aku tengah mengobrol dengan kakakku sambil menunggu hujan badai mereda, ia bercerita tentag pengalamannya mengalami sebuah tabrakan.
Ceritanya, saat mengantri di sebuah gerbang tol ia sempat memperhatikan papan pengumunan elektronik yang memuat info situasi di jalan tol yang siap ia telusuri. Konsentrasinya yang terbagi inilah yang membuatnya kurang memperhatikan laju kendaraan yang ada di depannya, sehingga ketika kendaraan itu tiba-tiba kembali berhenti, refleks dadakannya dalam menghentikan mobilnya tidak mengelakkannya dari menabrak kendaraan tersebut. Tabrakan ringan itu tetap menyebabkan keretakan kecil pada bemper mobil didepannya yang terbuat dari bahan fiberglass.
Singkat cerita, kakakku terlibat dalam pembahasan tentang besarnya ganti rugi dari kerusakan ini. Mobil sedan tua yang ditabraknya itu ternyata berisi 5 pemuda yang semuanya mengenakan baju koko dan kopiah seolah mereka santri. Ketika kakakku menawarkan uang sebesar Rp. 150.000 untuk mengganti biaya perbaikannya, pemuda yang mengendarai mobil terlihat merasa tidak puas dengan tawaran tersebut. Padahal, kakakku merasa uang tersebut sudah lebih dari cukup untuk kerusakan kecil terutama yang terjadi pada mobil tua yang kondisinya memang jauh dari mulus.
Dengan sopan, kakakku mencoba meminta pengertian pemuda itu bahwa hanya sejumlah itulah uang yang ada padanya saat itu sampai ia memperlihatkan isi dompetnya. Kakakku bahkan mengusulkan untuk bersama ke atm agar ia dapat mengambil kekurangan dana bila dirasa perlu. Dan segera setelah usulan itu dilemparkan, pemuda lain yang tadi duduk di sebelah pengemudi, yang rupanya pemilik mobil tersebut setelah dari awal hanya mendengarkan kemudian angkat bicara. Ia segera menyepakati jumlah uang yang ingin ditawarkan kakakku.
Ketika kakakku menyerahkan dana pengganti tersebut, pemilik mobil itu bertanya pada kakakku, "jadi hanya sejumlah ini saja yang bapak akan berikan kepada saya khan?"
"Hanya itu saja yang ada pada saya saat ini", jawab kakakku.
"jadi kalau saya terima uang ini, urusan kita tuntas, khan?, tanyanya lagi.
"Kalau mas anggap tuntas, saya anggap tuntas juga".
"Bapak ikhlas memberikan uang ini pada saya?"
"Tentu saya ikhlas", kakakku merespon.
"Alhamdulillah. Kalau begitu saya terima uang ini dengan ikhlas juga. Dan urusan kita sudah beres atas kesepakatan bersama ya?"
"Alhamdulillah iya mas. Sekali lagi saya minta maaf atas kesalahan saya dan terima kasih atas pengertian mas."
Baru saja kakakku selesai berbicara, dengan uang yang ada di tangannya, pemuda itu menyalami tangan kakakku kemudian melepaskan genggamannya sambil meninggalkan semua uangnya di tangan kakakku.
Tentu saja hal ini mengejutkan kakakku yang awalnya mengira uang itu secara tidak sengaja tertinggal di tangannya, namun ketika hendak dikembalikan padanya ia menolak,
"Bapak sudah berniat dan melakukan hal baik dengan ikhlas, itu yang penting buat saya. Apa yang terjadi pada mobil saya adalah musibah. Saya tidak mau bapak jadi tersusahkan oleh kejadian yang bisa kapan saja tejadi pada siapa saja termasuk bapak. Saya juga ikhlas mengembalikan uang itu kepada bapak", jelasnya kepada kakakku.
Kepadaku kakakku mengaku ia sangat terharu dengan tindakan si pemilik mobil ini. Ia lalu menarik pelajaran berharga dari kejadian ini dimana sebuah pengorbanan yang terlihat tidak menguntungkan belum tentu terasa tidak mengenakan bagi pelakunya. Ia menyaksikan sendiri bagaimana pemuda itu berpisah darinya dengan kuluman senyum yang sama sekali tidak mengindikasikan kekecewaan bahkan justru memancarkan kepuasan. Mungkin saja kepuasan karena berhasil membuat kakakku terpaku keheranan hingga tak mampu berkata-kata saat ditinggalkannya. Yang jelas kepuasan itu berhasil dimilikinya tanpa harus merenggut kebahagiaan orang lain. Betapa ia bahkan telah menciptakan kebahagiaan tersendiri dalam diri kakakku. Sungguh suatu hal mulia yang tidak mudah dilakukan begitu saja oleh banyak orang.
Jika dengan melakukan hal seperti itu kita tidak hanya menciptakan kebahagiaan bagi orang lain tapi juga mendapat ketenangan jiwa, terbayangkah seperti apa hari-hari kita jika semua orang mengeksekusikan konsep pemikiran yang sama? Indahnyaaa....