Aku mengambil suatu keputusan yang terbilang bold. Lebih tepatnya, kondisi yang ada memaksaku untuk berdiri di posisi yang sebelumnya tidak pernah aku bayangkan bisa atau mudah terjadi. Tapi ketika aku sadar bahwa semua (tentunya) harus terjadi, maka aku berusaha keras untuk pasrah, atau istilah kerennya, berikhlas, pada suratanNya.
Betapa tidak? Aku harus melepas sesuatu yang telah lama ada tergenggam erat di tanganku. Sesuatu yang selalu aku jaga dengan sangat hati-hati agar tidak tergelincir keluar dari cengkramanku yang kokoh. Aku yakin tak ada satu hal atau orangpun yang dapat membuatku rela melepaskannya...meskipun aku tau betul bahwa aku belum punya hak atasnya. Hanya karena egoku sangat besar untuk memilikinya, aku jadi merasa berhak memutuskan untuk menyimpannya. Namun akhirnya mata hati dan pikiranku pun dibuka lebar-lebar olehNya.
Lagi-lagi aku diingatkan tentang segala hal yang umurnya hanya sesaat, entah berapa saat, yang jelas sifatnya hanya duniawi. Padahal di saat seperti ini, aku sangat menginginkan keduniawian. Disitulah kunci kesalahanku. Apa yang menjadi hakku bukanlah apa yang kuinginkan tapi apa yang aku butuhkan. Lalu aku harus end up dengan apa? Cinta semu? Kemirisan finasial? Kemuraman hari-hari ku? Penyakit? Stress? Ya kalau memang itu semua yang sudah menjadi porsiku (saat ini), apa bisa aku tolak? Aku toh tak mungkin selamanya menjadi seorang penyangkal.
Maka, aku mulai menjalani hari-hari yang penuh keprihatinan. Sempat bak orang yang kehilangan akal sehatnya memang...tapi Allah rupanya sangat cinta padaku sehingga aku berulang kali diberi berbagai pencerahan yang (sebenarnya) bisa saja aku anggap sebagai harapan kosong. Hanya saja aku cukup beruntung telah disediakan olehNya banyak sangu tentang kesabaran dan keikhlasan lewat seorang teman baik sebelum aku mengambil keputusan untuk berikhlas total. Sehingga aku tidak lagi memandang nasibku dengan kepesimisan.
Yang lucu adalah hal-hal yang membuatku yakin bahwa cara Allah bekerja itu benar-benar misterius dan tidak sepantasnya diterka-terka. Buktinya, tanpa pernah aku duga, ada dua teman lama yang tiba-tiba menghubungiku. Mereka ini dahulu bukanlah sekedar teman biasa, tapi teman seperjuangan. Tak melulu berjuang bersama dalam mencari jalan keluar dari jurang kesusahan, namun juga dalam memelihara keutuhan pertemanan kami. Ketika itu kami tidak pernah menduga jika waktu dan jarak yang memisahkan kami benar-benar akan memisahkan kami. Mungkin karena saat itu mataku terlalu dikaburkan oleh eratnya pertemanan kami.
Lebih lucunya lagi, mereka ini hadir sebagai sosok-sosok yang berbeda dengan yang aku kenal dahulu. Ada yang lebih kebapakan dengan kedua putranya yang telah meninggalkannya keluar negeri untuk melanjutkan kuliahnya. Ada juga yang baru saja merasa terpanggil untuk mendekatkan diri pada Allah hingga ia bisa membagi cerita tentang kehebatan cara Allah dalam menuntunnya ke jalanNya dari jalan salah yang telah dilewatinya selama puluhan tahun.
Wah...aku takjub sekali dengan pertemuan kami ini yang seolah menjadi bagian dari usahaku untuk menjadi lebih baik.
Dari kedua temanku ini, aku mendapatkan dua makna yang punya kemiripan. Yang satu memberi gambaran tentang keduniawian yang tidak selamanya memberikan kebahagian, yang satunya lagi memberi gambaran tentang keduniawian yang sekonyong-konyong tidak berarti apapun. Mereka ini pebisnis tangguh yang selama ini menyandang predikat sebagai hartawan. Mungkin saja mereka sadar jika keduniawian itu sifatnya semu justru setelah kenyang dengan kehidupan mewahnya...atau mungkin juga mereka tidak pernah 100% bahagia bergelimang harta. Yang jelas, aku dipertemukan dengan mereka di saat kami semua sedang dalam proses yang sama; melepaskan keduaniawian....lucu bukan?
Aku belum tau apa yang direncanakanNya buatku setelah aku berikhlas. Tapi sejauh ini, aku merasa Allah tidak membiarkan aku untuk bersalah sangka atas rencanaNya. Aku merasa diberi pengharapan di setiap kesabaranku mulai menipis, sementara di lain waktu aku diberi peringatan ketika cenderung lalai dalam bersyukur. Mungkin saja dengan caraNya yang begitu anggun, aku dibuat mampu untuk menaikkan standarisasi kesabaranku sehingga aku lebih mudah nrimo dan berikhlas dalam menghadapi cobaannya. In shaa Allah itu bisa menurunkan rezekiku yang masih di langit, mengeluarkannya jika ada di bumi, menyenangkan jika sukar, menyucikan yang haram, mendekatkan yang jauh, dan memudahkan yang dekat...seperti yang pernah dibekali oleh teman baikku itu...aamiin.