Dan setelah tampil di sebuah acara reuni SMAnya bulan Juni yang lalu, ia juga yang kemudian insist agar aku juga tampil di acara yang menjadi sequalnya tanggal 5 kemarin. Wah..sebetulnya aku sangat tidak pede tampil di depan begitu banyak penonton setela vakum selama ini. Namun bahwa venue nya Hard Rock Cafe, tidak mungkin juga tawaran ini aku mentahkan begitu saja.
Bagaikan seorang newcomer yang sedang rajin2nya membangun kreditasi diri agar bisa punya Curriculum Vitae yang berbobot, tawaran ini aku sambut dengan aksi mengumpulkan kembali teman2 sealmamater yang mungkin berminat ikut tampil dalam ajang ini.
Namun memang tidak mudah menarik minat yang sama dari teman2 yang saat ini telah "merasa tua"untuk nge-band di umurnya yang sudah setengah abad. Butuh waktu hampir 3 bulan hingga akhirnya terbentuk juga grup band yang beranggotakan 9 pemain. Itupun termasuk additional drummer yang kami comot dari angkatan 5 tahun di bawah kami. Sebenarnya bukanlah hal yang mudah mengajak mereka membentuk sesuatu band, mengingat dahulu ketika kami sering bermusik di saat masih di SMP & SMA, format grup kami selalu vocal group. Jadi pemain gitarnya pun saat itu tidak pernah tampil dengan gitar listrik & pemain kibornya hanya berwara wiri dengan piano. Namun aku berhasil memotivasi mereka dengan fakta bahwa akupun saat itu belum pernah dan belum bisa bermain bass. Ketika itu, kami memang tidak pernah memiliki pemain drum karena grup vokal kami tidak pernah membutuhkannya. Dengan modal bongo atau conga pun, kami terbilang cukup handal dalam menguasai pentas hingga pernah menjadi juara favorit dalam sebuah festival. Harapanku kemarin...kalau dalam kurun waktu 30 tahun lebih aku bisa belajar bermain bass, mungkin saja ada teman seperjuangan yang juga menekuni ilmu bermain drum. Tapi nyatanya aku salah. Itu sebabnya kami harus meminjam seorang adik kelas untuk menangani jatah drum di grup kami.
Perjalanan kami menuju ajang ini juga bukanlah sesuatu yang mudah dilakoni. Untuk berkumpul komplit latihan saja sangat sulit mengingat kami semua punya kesibukan berkarir sebagai kepala rumah tangga. Jadi aku sangat mengerti bila akhirnya latihan kami baru menjadi intensif sekitar satu setengah bulan sebelum acara. Itupun tidak selalu dihadiri semua personil yang kadang dapat tugas ke luar kota atau bahkan luar negeri. Dan pada akhirnya pun pemain biola yang selama ini termasuk yang paling rajin latihan dan paling concern dengan proyek ini harus absen di hari penyelenggaraan acara karena dapat tugas mendampingi seorang menteri dalam lawatan dinasnya ke luar negeri.
Untungnya, kami bisa dibantu rekaman permainan biolanya dalam format MIDI ketika kami tampil.
Penampilan kami malam itu memang bukan yang terbaik dari 16 performers yang ada, namun dengan bantuan playback MIDI, kami dianggap sebagai performer yang musiknya paling berisi meskipun masalah sound di atas panggung yang kami hadapi malam itu bisa dikatakan merontokkan keharmonisan 4 vokalis yang menjadi frontliners band kami. Aku sendiri sangat puas dengan penampilan grup kami. Tidak dalam segi musikalitas tapi lebih ke fakta bahwa kami sudah berhasil menetaskan telur yang selama ini tidak pernah dierami. Dan kepuasan di diriku mungkin melebihi yang lain karena beratnya perjuangan atas proyek yang aku prakarsai.
Tentunya jika perjalanannya tidak seberat kemarin, keberhasilan ini juga tidak akan terasa semanis ini.
Dan seiring dengan kepuasan yang kami dapatkan, kami sudah sempat membahas langkah2 apa saja yang perlu kami lakukan jika di kemudian hari kami akan mentas lagi. Belum ada ajang berikutnya selain menyumbang dua buah lagu dalam format semi akustik di acara pernikahan pemain kibor kami minggu depan, namun paling tidak kami sepakat untuk tidak berhenti disini. Alhamdulillah...