Tuesday, December 3, 2013

Sepatu Pembawa Berkah

Mimpi itu begitu indah ketika aku dipertemukan lagi dengan ayahku. Seperti semasa hidupnya, aku memang lebih sering bertemu ibuku mengingat kesibukan ayahku yang begitu hebatnya. Dan meskipun harus diomelin ayahku, aku selalu menganggap apapun yang dilakukannya kepadaku adalah suatu tanda kecintaannya padaku dan betapa beliau masih memperhatikanku disela-sela kepadatan jadwal kerjanya.

Itulah yang terjadi dalam mimpiku semalam ketika aku kena semprot beliau hanya karena ia tidak suka melihat sepatu yang kupakai. Buatnya, kondisi sepatuku berada jauh di bawah standard-nya meskipun terlihat sah-sah saja buatku. Sepatu yang kupakai itu memang tidak sebaik dan semengkilap kembarannya, yang jarang dipakai dan masih tersimpan apik di rumahku, namun (buatku) masih layak pakai. Satu hal yang aku sukai dari sepatu ini adalah sol-nya yang sudah aus sehingga memungkinkanku untuk sering bermain prosot-prosotan di atas lantai.


"Sepatu sudah dekil begitu koq masih dipakai?", kata ayahku emosi.

"Begini koq dekil sih Pap?", aku membela sepatu yang seringkali aku semir untuk menghilangkan kesan kusamnya.

"Ya dekil lah. Coba lihat itu pinggirannya sudah mbrodol jahitannya gitu"

"Khan nggak keliatan karena ketutup celana, Pap"

"Nggak peduli (ini phrase khas dari ayahku). Kalau duduk khan celananya terangkat...khan kliatan jadinya. Nggak punya sepatu lain?"

"Ada sih Pap...persis seperti ini"

"Dekil juga??"

"Ya nggak lah, Pap. Jarang dipakai jadi masih mengkilap koq."

"Kenapa nggak dipakai?"

"Khan buat serep kalau yang ini jebol"

"Pakai saja yang itu. Yang ini dibuang!"

"Nah terus kalau yang itu jebol? Khan jadi nggak ada serepnya."

"Ya beli lagi! Uang begitu banyaknya koq pelit buat beli sepatu?"



Yang aku ingat dari sisa mimpi itu hanyalah bagaimana aku merasa geli mendengar bagian terakhir dari omelannya itu. Beliau memang sama sekali tidak menyebut seberapa kayanya aku atau mengindikasikan dari mana aku mendapatkan begitu banyak uang seperti yang diungkapkannya, namun aku mengakui kebenarannya.
Dan ketika aku terbangun, kegelian itu masih kurasakan. Entah dari mana asalnya, somehow aku berasumsi bahwa kekayaan itu aku dapatkan dari keberhasilanku dalam menjalankan amanahnya mengurus usaha yang ditinggalkannya kepada semua anaknya.

Satu hal lagi yang aku tidak mengerti dari mana asalnya namun jelas terbentuk dalam mindset ku adalah bahwa aku tau pasti beliau mengarahkan aku pada toko-toko sepatu ternama di Amerika yang menjadi tempat langganannya belanja sepatu. Tidak pernah terbayang sebelumnya jika aku akan pernah belanja sepatu di toko-toko itu, namun dalam mimpiku kemungkinan itu jelas dapat terlaksana dengan mudah.

Apakah ini suatu ramalan terselubung atas masa depanku? In shaa Allah begitu. Aamiin.
Yang jelas sepatuku menjadi hal yang membuat mimpiku indah. Sebuah berkah buatku.