Wednesday, June 12, 2019

Common Sense vs Keparat

Sekilas tampaknya tidak fair sekali jika aku menganggap Lebaran tahun ini merupakan yang tersuram dari yang lebih lalu. Simply hanya karena aku sudah berkali² melewati Lebaran dalam kondisi finansial yang miris. Namun yang tahun ini terasa lebih miris karena memang ada satu dua faktor minor yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Misalnya saking gundahnya istri karena keterbatasan ruang gerak yang sebetulnya bukan hal baru baginya, attitude-nya yang cenderung bitchy di kala dalam kekalutan (akhirnya) berdampak pula ke prosesi Sungkeman yang selayaknya menjadi moment yang mengharukan. Tak seperti di tahun² sebelumnya dimana ia pasti menangis saat meminta maaf padaku sambil sungkeman di kedua lututku, kemarin jangankan menitik, sedikitpun airmata tak menggenang di matanya. Ia bahkan tak berucap sepatah katapun saat sungkeman, hingga aku harus bertanya padanya apa ada yang hendak ia ucapkan. Dan dengan cepat dan ringkas ia menjawab, "Maafin segala kesalahan ya"...itu saja. Huft...!!

Sebenarnya aku menduga ada satu hal yang membuat Lebaran ini terasa paling suram. Sudah baca blog ku yang ini: Hikmah Dibalik Secuil Pizza ? Nah...ini kebalikannya. Apa yang terjadi di Lebaran tahun lalu sangat mempengaruhi Lebaran tahun ini. Betapa tidak? Saat itu aku baru mulai bekerja di perusahaan yang baru saja diambil alih oleh sekelompok teman yang punya kecenderungan untuk jor-joran dalam memulai usahanya, sehingga aku termasuk diantara 7 pegawai yang langsung disewakan mobil. Meski tidak dapat THR karena memang baru setengah bulan bekerja, aku sudah super mapan menghadapi Lebaran dengan bayaran gaji yang sudah aku terima seminggu sebelum Lebaran. Jadi dari mulai menjalani hari-hari terakhir Ramadhan seperti melaksanakan shalat Tarawih yang bisa di lokasi yang jauh sekalipun, bukber di sana sini, belanja perangkat shalat untuk disedekahkan, hingga shalat Ied di dekat TPU tempat orangtuaku dimakamkan dan kemudian "muter" bersilaturahim dengan para sesepuh dan senior sambil bagi-bagi THR kepada banyak keponakan, semua berjalan lancar..car..car.

Jika Pizza itu terasa luar biasa nikmatnya, begitu pula Lebaran tahun ini terasa sekali suramnya. Tak lain penyebabnya adalah kelancaran (baca: kenikmatan) yang seolah tak berbatas di Lebaran tahun lalu. Nikmat yang mungkin terlalu dimasukkan ke dalam hati tanpa disadari sifatnya hanya sekedar duniawi, sehingga di saat tak didapatkan lagi, kecewa pun hadir.
Sama halnya dengan peristiwa Pizza yang harusnya membuat kita bersyukur namun tetap sabar karena sifatnya duniawi, peristiwa Lebaran inipun perlu disabari namun tetap disyukuri masih bisa dirasakan. Aku memang "ngrasani" (lagi) kondisi finansial ku Lebaran tahun ini, namu aku harus tetap waras dalam mengambil sikap...apalagi Minta Maaf dan Memaafkan itu merupakan hal-hal yang sangat sakral di moment seperti ini. Belum lagi kita berhadapan dengan banyak sanak keluarga yang dituakan sehingga respect itu sangat dijunjung tinggi.

Tak jarang memang aku ingin sekali melampiaskan kekesalanku atas nasibku ini...tapi aku juga tau tak ada seorangpun yang bertanggung jawab atasnya. Lalu kepada siapa lagi? Allah swt.? Bisa saja. Kita bisa kapan pun mengeluh bahkan memaki dan menghujatNya karena menganggap Ia tak memberiku cukup rezeki seperti yang kita harapkan. Atau bahkan karena kita menganggap diberi kenaasan bertubi-tubi. Namun kita harus berandai-andai juga...bagaimana jika setelah kita menghujatNya, Ia lalu mutung dan mengabaikan kita? Bagaimana jika Ia, Yang sebelumnya hanya sekedar menguji keimanan kita, sekarang malah jadi kesal? Siapkah kita untuk kemudian menghadapi ujian yang lebih hebat lagi? Kalau aku...secara teori pasti akan merasa kewalahan. Prakteknya, wallahualam....
Yang penting jangan sampai kehilangan akal sehat saja.....