Mungkin memang lucu kedengarannya sehingga aku cukup memaklumi dan merasa tidak tersinggung ketika orang tertawa begitu mendengar cerita tentang nasibku diseruduk seekor hewan. Meskipun rasa sakit dan kecederaan yang diakibatkannya kurang lebih sama dengan ditabrak kendaraan bermotor yang melaju dengan kecepatan 10 km/jam, namun aku sendiri tidak begitu menanggapinya secara serius mengingat penabraknya adalah sapi qurban yang lepas kontrol.
Bermula dari kehadiranku sekeluarga yang hendak menyaksikan penyembelihan hewan qurban hari sabtu kemarin di halaman belakang sebuah masjid seputar tempat tinggalku. Kemudian aku langsung terlibat pembicaraan tentang prosedur penyembelihan seekor kambing yang telah aku pesan sebelumnya. Naasnya, baru selang sekitar 1 menit, aku mendengar suara keributan masyarakat yang hadir disitu. Belum lagi mengetahui penyebab kegaduhan itu aku merasakan badanku terhempas ke udara dan mendarat tertelungkup di atas tanah becek bercampur darah dan air. Hanya satu dua detik yang kubutuhkan untuk memulihkan kekuatanku untuk bangkit sambil melihat sekilas seekor sapi yang berlari menjauh menuju ke tanah lapang dan membubarkan massa.
Intuisiku langsung menggerakku memeriksa dimana keluargaku berada. Dan aku kaget luar biasa menemukan anak sulungku terbaring di atas dadanya dekat tempatku terjatuh. Untungnya, ia berada dalam keadaan sadar meskipun kondisi sebagian tubuhnya mengalami luka dan memar. Aku segera mengangkatnya dan mendudukannya di bangku yang ada, kemudian membersihkan tubuh dan lukanya dengan air dari sejumlah kemasan air minum yang tersedia karena tidak satu orang panitia pun yang datang memberikan air kepadaku.
Rumah seorang teman anakku yang terletak sangat dekat langsung aku sambangi agar aku dapat melepas pakaiannya yang penuh dengan lumpur dan darah, dan memandikannya dengan baik.
Hari itu, tanpa akhirnya menyaksikan penyembelihan qurbanku, aku sibuk melakukan pelbagai upaya untuk pengobatan anakku termasuk membawanya ke tukang urut dan ke rumah sakit untuk tindakan pengambilan foto ronsen. Alhamdulillah, tidak ada tulang yang patah atau retak pada tubuhnya dan lenganku yang sempat ku gunakan untuk menahan badanku ketika mendarat di atas tanah. Aku hanya mengalami kesleo pada kaki dan pergelangan tangan kananku serta sedikit memar di lenganku. Namun anakku harus mengalami patah gigi depan, gusi yang berdarah, luka di kening, tangan dan kakinya.
Hari yang aku harap akan berkesan bagi kedua putraku yang baru kali pertama hadir untuk menyaksikan penyembelihan hewan qurban berakhir tragis.
Mungkin saja pada akhirnya cerita ini memang lucu karena kini putra sulungku ikut tertawa jika mengingat kejadian yang sangat langka untuk bisa terjadi pada siapa saja. Ia bahkan mungkin suatu hari dapat berbangga dirinya karena bisa bertahan selamat setelah dihajar seekor sapi. Tapi tidak ada yang lucu dengan fakta bahwa hingga kini tidak satupun panitia menyatakan mau bertanggung jawab atas musibah ini bahkan sekedar mencoba mencari tau nasib anakku. Bagi mereka, apa yang kami alami adalah sebuah pengorbanan yang menjadi bagian dari tradisi qurban itu sendiri....