Ada orang yang dibukakan mata hatinya pada saat tengah menjalankan ibadah naik haji. Kemudian ia kembali dan merendahkan dirinya sambil mengingatkan orang lain untuk menjadi manusia yang lebih baik. Tapi ada juga yang kemudian kembali ke tanah air untuk memaksa orang lain untuk ikut menerapkan ilmu yang ia ajarkan dengan modal status haji yang disandang di depan namanya. Bahkan ada yang menyalahgunakan status dirinya itu untuk menghalalkan segala cara hanya sekedar untuk memuaskan nafsu duniawinyai.
Lalu di sisi lain, ada orang yang merasa terpanggil untuk menjadi manusia yang baik setelah mengalami jalan hidup yang sulit dan masa-masa yang kelam, seperti misalnya menjadi pecandu narkoba, preman atau mendekam di penjara. Bukanlah hal yang mustahil bila mereka kemudian justru menjadi pendakwah favorit masyarakat. Tapi ada juga yang setelah terpuruk dan bisa bangkit lagi, kemudian justru kembali beraksi melakukan tindakan yang bahkan lebih buruk. Seolah ia tidak mendapatkan pembelajaran yang benar apapun dari keterpurukannya.
Kalau seseorang sudah diberi ujian yang begitu berat sehingga ia pernah harus merasakan kehidupan sebagai seorang tahanan penjara, atau bahkan diberi kesempatan yang begitu berharga sehingga ia sah dipanggil sebagai seorang haji, namun ia tidak juga menetapkan diri di jalan yang benar, harus bagaimana lagi mata hatinya dibuka? Mungkinkah ia perlu mengalami keduanya sebelum ia akhirnya bisa menjadi orang yang benar, yang baik dan yang benar-benar baik? Wallahu a'lam bishawab....