Lalu kemarin pagi ketika aku terbangun dan sedang mencoba mengatur jadwal aktifitasku seharian, aku mendapat sebuah pesan singkat dari kakakku yang tinggal di serpong, tangerang, yang isinya mengajakku menemui seorang rekanan senior di perusahaan kami guna sekedar sowan sambil bertukar pikiran tentang perusahaan kami yang hingga kini masih belum jelas masa depannya. Partner senior kami ini, yang tinggal di wilayah serpong juga, adalah seorang pakar di bidang usaha yang kami geluti, sehingga aku pikir hal ini bisa menjadi sesuatu yang tidak hanya bermanfaat bagi aku yang tengah mencari jalan keluar dari kejenuhanku, namun juga bagi kami untuk mendapatkan ilmu secara gratis. Maka aku langsung mengkonfirmasikan kesediaanku dan menyiapkan diri untuk memulai hariku.
Kunjungan ini akan menjadi yang kedua setelah sebelumnya pernah kulakukan beberapa bulan silam. Saat itu aku memang memilih kereta api yang berangkat dan kembali bukan pada jam-jam sibuk agar aku bisa duduk cantik menikmati perjalanan. Namun karena aku sudah tidak sabar lagi untuk segera memulai perjalanan jauh itu, aku putuskan berangkat pagi. Suatu keputusan yang membuat kaget kakakku mengingat ia paham sekali jadwal kereta api yang aku pilih tidak akan memberikan kenyamanan buatku. Dan begitulah yang terjadi ketika aku harus terkompres diantara penumpang lainnya yang sedang dalam perjalanan menuju tempat kerjanya bagaikan ikan sardine yang masih dalam kalengnya. Tidak nyaman sekali memang, namun setidaknya aku bisa mengalami hal yang sudah sering dialami kakakku dulu setiap ia harus berangkat ke kantor.
Sesampainya di stasiun sana, tanpa kuduga, kakakku menjemputku dengan sebuah motor. Wah...suatu hal yang sangat tidak biasa namun efisien mengingat penggunaan motor itu juga begitu praktis karena mudah terhindar dari kemacetan dan mudah mendapatkan tempat parkir. Itu sebabnya dengan kedatanganku yang jauh lebih awal dari kakakku duga, waktu luangku begitu banyak sehingga kami sempat sarapan dahulu di sebuah warung mie ayam sambil saling meng-update situasi genting yang tengah kami hadapi masing-masing sebelum kami mengunjungi partner senior kami untuk membahas hal yang resmi. Kunjungan silaturahim itu sendiri bersifat cukup intens dan berlangsung selama dua jam hingga beliau mengingatkan kami bahwa ia harus segera berangkat untuk mengajar di universitas Trisakti.
Tidak seperti pada kunjunganku sebelumnya yang banyak dihabiskan di rumah kakakku, ia kemudian mengajakku melihat kedua unit apartemen kosong yang dimilikinya sebagai investasi. Disitu kami mengobrol berdua saja meneruskan pembicaraan kami yang tadi sempat terputus di warung mie ayam. Obrolan kami ini sangat santai dan tidak seperti ketika kami mengobrol di rumahnya yang sering terinterupsi oleh banyak urusan rumah yang harus ia lakukan. Sekali lagi kami membahas banyak hal termasuk hubungan kami dengan anggota keluarga besar kami. Bukan topik favoritku tapi setidaknya aku dapat cukup informasi tentang apa yang terjadi di dalam keluarga besar yang telah lama aku jauhi.
Dari situ aku diajak kakakku ke toko besar yang sudah sejak lama ia anjurkan kepadaku untuk dikunjungi. Sebuah toko furniture dan perlengkapan rumah tangga yang amat lengkap yang mungkin terlalu besar untuk dikunjungi di saat waktuku yang tidak tersisa banyak. Sayangnya, tempat ini sangat ideal bagi mereka yang punya uang banyak untuk dibelanjakan, bukan orang-orang seperti kami di saat yang kritis seperti sekarang. Jadi, kami hanya cuci mata di satu dari dua lantai showroom yang ada. Itupun kami lakukan dengan tergesa-gesa karena aku mendapat kabar bahwa seorang teman dekatku baru saja mengalami kecelakaan motor dan sedang dirawat dirumah sakit sehingga ada kemungkinan aku bisa menjenguknya nanti. Maka kami memilih duduk bersantai di coffeeshop-nya sambil menikmati kopi sore kami sebagai penutup kunjunganku.
Akhirnya akupun belum bisa menjenguk temanku di rumah sakit, meskipun aku sekali lagi harus memburu waktu dan berhimpit-himpit di dalam kereta bersama mereka yang pulang kerja. Namun perjalananku kemarin benar-benar telah membawa angin segar buatku di tengah kejenuhanku. Aku tidak kapok dan tidak keberatan untuk melaluinya lagi kelak nanti jika waktu mengijinkan. Toch di balik itu semua aku dapat pelajaran banyak yang bermanfaat. Dan aku tersenyum ketika membaca pesan pendek dari kakakku setibanya aku di rumah;
"Quite a journey, huh?" :)