Thursday, June 20, 2013

Batasan Kecukupan

Sebagai manusia normal, selayaknya aku pernah berandai-andai hidup dalam kecukupan bahkan lebih dari sekedar kecukupan. Tentunya aku bicara materi.
Dulu ketika kecil aku pernah menimbun di benakku pelbagai rencana yang akan aku lakukan bila aku kaya raya bak milyuner. Mulai dari memiliki rumah yang cukup mewah hingga isinya yang up-to-date termasuk isi garasinya. Seiring dengan berjalannya waktu, keinginan itu makin terkurangi dalam arti lebih sederhana karena aku mulai menyadari apa saja yang benar-benar aku butuhkan dalam hidup. Kemudian setelah aku mulai bekerja dan paham atas bagaimana sulitnya mendapatkan uang, aku benar-benar terpojok untuk meminimaliskan pengandaianku.

Perjuangan untuk hidup yang telah aku jalani sekian lama ini telah membukakan mataku lebar-lebar. Apalagi dengan menyaksikan sendiri besarnya pengaruh dari harta pada orang-orang di sekelilingku. Ada yang memang berhasil mengendalikan jalan hidupnya pada tempatnya namun jumlahnya hanya segelintir dibandingkan dengan mereka yang kemudian terpuruk. Tidak harus jatuh miskin harta, tapi lebih kepada hilangnya sifat "kemuliaannya". Dengan harta yang berlimpah, mereka melakukan hal-hal buruk yang aku yakin tidak akan mereka lakukan jika kondisi finansial mereka begitu mudah tercukupi.

Kebahagaiaan yang aku incar kini adalah kebahagiaan moril yang mampu memberikan kenyamanan di hati. Seperti yang mungkin dirasakan mereka yang aku lihat tiap pagi tengah duduk-duduk di depan gang tempat tinggal mereka, mengobrol dengan sesama, menikmati kopi atau sarapan sederhananya sambil memperhatikan anak-anak atau adik-adik mereka yang tengah bermain di sekitarnya. Kebahagiaan yang tidak harus berpondasikan materi, tapi cukup dengan ketulusan cinta pada Yang Maha Kuasa, yang juga bisa kurasakan justru ketika aku bisa memberikan bantuan materi kepada yang membutuhkannya.

Cukup sudah aku menyaksikan bagaimana materi merubah total karakter kerabat dan teman-temanku. Kemampuan mereka begitu mudahnya mendapatkan apa yang mereka inginkan justru membuatku memilih kesederhanaan dalam berandai-andai. Aku ingin terbangun tiap pagi dengan pikirian yang tenang dan jiwa yang bersih, bukan yang telah dicemari keserakahan duniawi. Harta yang aku butuhkan hanya ketenangan hati dan akal dalam menjalani segala aktivitas harianku, bukan sesuatu yang diincar orang lain untuk dirampasnya dariku. Aku ingin hidup dalam kesederhanaan yang menyajikan tiap pagi di hadapanku udara kebebasan dari segala masalah, hembusan angin segar sepanjang hari dan malam tenang yang berujung nyanyian cinta dan kasih sayang.

Terdengarnya memang sederhana, namun aku sama sekali tidak punya kemampuan untuk mengira-ngira kapan hal itu semua akan terjadi....