apa sich susahnya ikhlas? kalau memang kita sadar bahwa semua yang kita miliki itu sifatnya sementara harusnya kita juga sadar bahwa pada akhirnya apapun yang kita miliki akan lepas dari tangan kita, seberapa pun kadarnya kecintaan kita padanya. lalu kenapa kita sering meratapi apa yg menjadi kehilangan kita atau meninggalkan kita? kehilangan sesama manusia saja tak seharusnya membuat kita sedih apalagi jika kita bicara soal benda mati atau bahkan waktu.
sifat manusia yang pecinta mugkin menjadi faktor besar dalam hal ini. bukan artinya kita tak boleh mencintai, tapi sering kali cinta itu kita tambatkan secara berlebihan bahkan pada tempat yang salah. kita bisa mencintai sesuatu atas dasar nilainya atau karena arti yg terkandung didalamnya buat kita.
ambillah suatu contoh... kita bisa lebih mencintai niat kita melebihi cinta kita pada diri sendiri sehingga setiap saat kita rela mengabaikan betapa kerdilnya pemikiran kita dalam berlaku demi tercapainya niat kita untuk suatu masa depan.
seringkali kita terlalu cinta pada masa depan kita sehingga kita cenderung melupakan masa lalu kita & mangabaikan kehidupan kita sekarang. kita urung mencintai masa lalu kita dengan alasan karena memang telah berlalu ibarat sebuah pintu yang sudah tertutup. kita dengan mudah lupa bahwa masa lalulah yg telah membawa kita ke tempat kita berpijak saat ini. kita juga dengan bangga menyebut diri kita sebagai pejuang sejati bagi masa depan sehingga kita rela bekerja mati"an saat ini demi kecintaan kita pada bayangan kemakmuran hidup di masa depan.
ya.. ya... tiada perjuangan tanpa pengorbanan bukan? so, it's okay to sacrifice your present for the sake of your future, right? lalu bagaimana kita akan menyikapi kegagalan di masa depan yang tengah kita perjuangkan dengan mengorbankan masa kini? mungkinkah saat itu kita baru ingat soal masa lalu yang secara ikhlas telah kita korbankan? kemudian dengan penyesalan, kita mulai berandai-andai.... seandainya dulu begini...seandainya dulu begitu...
lalu apa hubungannya dengan ikhlas? apa kita tak boleh membela sesuatu jika itu artinya kita akan mengorbankan sesuatu juga? tentu boleh.... tapi poin- nya di sini adalah bahwa cinta kita kadang bagitu besarnya sehingga kita ikhlas mengorbankan hal lain yang harusnya begitu kita cintai juga. kebesaran cinta yang seperti itulah yang patut kita waspadai. karena saat cinta itu dirampas oleh keadaan, kita sering tak ikhlas menerimanya. kita lalu ingat bagaimana dulu kita berjuang demi cinta itu hingga mengalahkan cinta yg lain. kita tidak ingat tentang cinta lain yang kita korbankan sebelumnya demi cinta yg satu ini. dulu kita begitu mudahnya melepas cinta yg lain, sekarang kita merasa menghadapi masa yg sulit utk menerima kepergian cinta ini. kenapa kita tak bisa seikhlas dulu? kenapa kita tak bisa dengan mudahnya menerimanya? apakah kita tambah sedih karena kita belum punya gantinya? karena toh dulu ada cinta ini yang membuat kita yakin & tenang dalam melepas cinta yg lain.
jadi sebenarnya kalau kita mau adil terhadap segala hal, dimana cinta & penghargaan yg kita berikan pada setiap hal dalam kehidupan kita tidak kita beda- bedakan, tentunya kita akan mudah untuk ikhlas. atau kalau mau, sifat sulit untuk berikhlas itu kita lakukan dengan kadar yang sama pada segala hal. artinya kalau kita benar-benar adil kita akan menjadi orang yang tak pernah ikhlas sekalipun. ketidak ikhlasan kita akan sempurna karena kita adil.
artinya.... jika dibalik, kesempurnaan itu bisa juga terjadi pada keikhlasan tentunya. tidak mudah memang untuk ikhlas terlebih bila itu menyangkut hal yang punya arti sangat amat penting bagi hidup kita. tapi kita mungkin bisa memulai dengan bersikap adil. adil dalam memperlakukan setiap pilihan yang ada, adil dalam memilih, adil setelah memilih & adil dalam mengukur kadar kecintaan kita terhadap pilihan kita, karena hal itulah yang sangat berpotensial menentukan keikhlasan kita kelak.
so.... be fair.... then let go....