Masjid Cut Meutia yang dibangun di zaman
kumpeni awalnya berfungsi sebagai tempat perkumpulan para insinyur
saat itu, sehingga orientasi aksis-nya tidak selaras dengan arah kiblat. Maka shaf yang ada di dalam masjid memang dibuat miring ke kanan sekitar 45 derajat dari arah dinding terdepan. Selayaknya shaf di halaman masjid-pun dibuat serupa, namun para pekerja yang bertugas menggelar karpet-karpet panjang sebagai alas sajadah rupanya tidak melakukannya dengan cermat sehingga acapkali kemiringan itu tidaklah sempurna. Belum lagi ada saja jemaat yang percaya bahwa arah kiblat yang ditentukan pemerintah masih salah yang membuat mereka selalu menempatkan sajadahnya dengan orientasi yang dipercayanya lebih menghadap ke kiblat.
Itulah sebabnya kami selalu menggunakan sajadah berkompas jika kebetulan harus melakukan sholat di tempat-tempat yang arah kiblatnya tidak diketahui atau meragukan. Di suatu Jum'at, ketika kami hanya bisa mendapat tempat di halaman masjid ini. Dari observasi kami, kami merasa karpet yang digelar tidak mengarah dengan baik, sehingga kami lalu memposisikan sejadah kami sesuai petunjuk dari kompas yang ada. Agak janggal memang ketika posisi sajadah kami terlihat tidak singkron dengan yang lain, namun setelah kami menjelaskan pada mereka yang mempertanyakannya, ada sebagian orang yang lalu mensejajarkan sejadahnya dengan sejadah kami.
Perbedaan arah ini tidak terlalu dipermasalahkan oleh yang lain hingga tiba saatnya sholat akan dimulai. Dalam posisi berdiri, perbedaan arah kemana kami menghadap dengan mereka yang mengikutibentangan karpet lebih jelas terlihat. Dan hal itulah yang kemudian mendorong seorang satpam masjid untuk meminta kami mensejajarkan sajadah kami sesuai dengan mayoritas shaf yang ada. Tapi kami berkutat pada arah yang telah kami tentukan. Satpam tersebut bahkan meminta kami memiringkan sejadah kami 45 derajat dari poros masjid. Hal ini membuat kami makin mempertahankan posisi kami dengan menunjukkan padanya bahwa shaf yang ada malah lebih mendekat ke arah poros masjid yang artinya melenceng dari 45 derajat.
Akhirnya, dengan wajah pasrah ia hanya bisa berkata bahwa alangkah baiknya bila shaf-nya terlihat seragam dan sejajar. Aku hanya berniat untuk tetap pada posisiku tanpa merespon himbauan ini mengingat bagiku semuanya kembali kepadaNya. Namun tidak demikian dengan adikku yang punya sifat harus selalu menegaskan apa yang dianggapnya benar. Dengan tegas ia lalu berkata,
"Saya ini posisinya sudah menghadap kiblat, sesuai dengan anjuran pihak masjid. Nggak tau ya ke arah mana orang yang beda posisinya. Insha Allah bukan Israel."
Aku hanya tersenyum mendengar perkataan adikku ini. Tanpa kusadari sebelumnya bahwa hal itu memang sangat mungkin terjadi mengingat meskipun Israel berjarak sekitar 1250 km dari Mekkah, namu sedikit melenceng saja posisi sholat kita disini efeknya bisa sejauh ke Israel arahnya...
Tentukan arah kiblat anda dengan benar