Lalu selang beberapa jam kemudian ada sebuah tawaran yang disentilkan kepadaku lewat SMS. Tawaran ini begitu menggiurkan sehingga agak sulit dipercaya kalau bisa terealisasi meskipun sangat masuk di akal. Isinya tidak penting, tapi bahwa itu tergolong kabar yang baik aku jadi mulai bertanya-tanya akan makna dibaliknya mengingat apa yang telah kupublikasikan kemarin. Ini bisa menjadi jalan keluar atas kesulitan yang tengah aku hadapi, atau malah tempaan ujian yang lebih berat lagi buat aku hadapi.
Entah apa lagi yang akan aku temui di depan sana, wallahualam. Yang jelas sekali lagi aku diberi olehNya kesempatan untuk menggodok keikhlasanku baik-baik. Ibarat memasak mie instan yang katanya mengandung bahan semacam lem, aku harus cukup bijaksana dalam menentukan waktu yang tepat untuk mematikan api. Kelihatannya memang mudah, namun tiap detik sangat berarti dalam mendapatkan wujud mie yang tidak hanya sesuai dengan keinginanku tapi juga baik buat kesehatanku. Aku harus berhati-hati dalam menyikapi berita yang aku dapat semalam karena aku hanya akan menjadi orang yang bodoh jika sekarang bersorak-sorak kegirangan atas apa yang nantinya ternyata tidak kudapatkan.
Ini bisa jadi bukan kali pertama aku kejatuhan durian rontok, tapi bisa juga jadi untuk kesekian kalinya aku terjerembab dalam lubang. Ada yang bilang bahwa doa seseorang akan terkabul disaat dia sudah sampai di titik terujung keikhlasannya, sementara yang lain beranggapan terjadinya justru setelah batas keikhlasan itu terlewati. Buatku keduanya tidak mustahil terjadi karena Allah sudah menyiapkan konsep kalam yang berbeda-beda bagi setiap umatNya. Semuanya misteri Illahi yang akan diketahui manusia hanya ketika sedang berlangsung, tidak seperberapa detik pun sebelumnya. Tinggal keikhlasan saja yang bisa dijadikan andalan dalam menyambut kehendakNya.
Insha Allah mukjizat itu memang menjadi milikku tanpa aku harus kehilangan keikhlasanku. Aamiin.