Tuesday, July 17, 2012

MP Blog - Akal Bulus

Kawan saya yang satu ini memang sangat piawai dalam mempengaruhi orang. Tidak hanya bahasanya yang santun dan pembawaannya yang kharismatik, ia juga jeli dalam mencari peluang dan pandai memanfaatkannya. Daftar panjang atas keberhasilannya di pelbagai bisnis yang digelutinya membuat banyak sekali orang yang mengaguminya dan mudah percaya untuk kemudian mengikuti anjurannya. Mungkin insting kuat yang dimilikinya sebagai suatu kelebihannya juga menjadi faktor kuat di balik kesuksesannya. Mulai dari pemilihan mata uang asing yang praktis tidak pernah salah saat ia memimpin sebuah perusahaan valas besar milik Singapura, menjadi "sidekick" dari seorang pemuka agama sepulangnya dari berhaji, menjadi pengamat gerakan terorisme dan pakar pembaca mimik muka orang, hingga sekarang memimpin sebuah yayasan sosial milik beberapa milyarder muda Indonesia.
Ia juga sempat mempolulerkan hypnotherapy yang bisnisnya kemudian dilanjutkan oleh murid-muridnya hingga saat ini.

Salah satu hal yang sering ia sarankan kepada kenalannya, termasuk saya, adalah untuk berhenti merokok. Banyak sudah orang yang mengikuti anjurannya dan memang diakuinya bahwa ia sering harus menerapkan ilmu hypnotherapy-nya untuk mendapatkan keberhasilan atas usahanya. Tentunya hal ini biasa dilakukan dengan persetujuan para perokok. Namun ia juga tak enggan untuk melakukan "penyembuhan" pada mereka yang kurang termotivasi pada kiatnnya untuk berhenti merokok.
Di lain pihak, saya termasuk dalam kelompok kecil kenalannya yang, sederhananya, tidak ingin berhenti merokok, sehingga anjurannya saya anggap sebagai angin lalu saja. Entah ilmu hypnotherapy itu pernah dipraktekan pada saya atau tidak, yang jelas saya masih jadi perokok aktif. Mungkin ia kesal sekali pada saya, sehingga ia kerap melakukan hal-hal yang membuat saya kesal, seperti mematikan atau mematahkan rokok saya yang menyala, bahkan menyembunyikan bungkus rokok saya saat saya lengah untuk kemudian dibuangnya. Itulah sebabnya saya kemudian lebih berhati-hati dalam menjaga rokok saya setiap saya bertemu dengannya.

Kemarin kami pergi bersama untuk makan siang di sebuah restoran. Saat kami baru masuk, pelayan menanyakan di bagian mana kami ingin duduk, dan tentu saja pilihan kami berbeda. Kami sempat berdebat sebentar untuk kemudian sepakat duduk di bagian merokok. Mungkin memang saya menang dalam pemilihan tempat, namun saya justru was-was terhadap aksi mengalahnya karena bagi saya kemenangan ini terlalu mudah didapat.
Sejak awal saya memang berniat untuk ke toilet, namun saya tidak segera menyulut rokok saya mengingat tidaklah aman meninggalkan rokok yang menyala di hadapannya. Setelah makanan dan minuman kami pesan, saya meninggalkan meja dan berencana untuk merokok sekembalinya dari toilet sambil menunggu makanan datang. Ketika saya kembali, rupanya minuman sudah terhidangkan dan sayapun langsung duduk lalu menyalakan rokok saya. Bungkus rokok yang biasanya saya biarkan tergeletak di atas meja saya masukkan lagi ke dalam kantong celana saya. Asbakpun saya posisikan sedekat mungkin agar saya lebih mudah melindungi rokok saya dari akal-akalannya. 

Saya kemudian mengobrol dengannya tanpa ada kecurigaan sama sekali. Ketika hendak mengisap lagi rokok yg sempat saya letakkan di asbak, ternyata rokok saya telah padam. Masih tanpa curiga, saya mencoba menyalakannya lagi dan saat itulah saya menyadari kalau ternyata hampir setengah batang rokok saya basah kuyup. Setelah saya amati, saya baru mengetahui bahwa di dasar asbak telah menggenang cairan yang rupanya minuman yang ia tuang ke dalamnya saat saya pergi ke toilet. Tentunya saya kesal, namun kekesalan saya hanya dibalasnya dengan senyuman sambil berkata, "Itu rokok emang bukan jodoh lu". 

Wah...ia memang pintar....dan licik!