Wednesday, June 11, 2014

Modus Baru


Awalnya aku bersikap santai saja ketika di bulan yang lalu tagihan kartu kreditku itu tiba-tiba seolah berlipat dari tagihan di bulan-bulan sebelumnya. Aku hanya  menanggapinya dengan berniat untuk lebih membatasi penggunaannya. Lagipula toh alhamdulillah dana yang khusus aku simpan untuk semua tagihan kartu kredit masih cukup untuk meng-cover total tagihan bulan itu. Sudah berbulan-bulan aku memang tidak lagi menerima tagihan melalui pos karena aku sempat memindahkan alamat pengiriman dari rumah mertua ke kantorku. Jadi informasi jumlah tagihan yang aku dapatkan biasanya lewat ATM yang secara otomatis menunjukkannya jika aku memilih transaksi pembayaran. Aku baru bisa membaca rinciannya ketika tagihan itu kuterima pada kunjunganku ke rumah mertua. Itupun juga jarang aku lakukan selama tagihannya terasa normal dan pembayaranpun sudah aku lakukan sebelumnya.

Namun ketika kemarin tagihan kartu kredit yang sama itu mempunyai nominal 6 digit, aku langsung merasa ada yang tidak beres. Dan tanpa harus menunggu sampai aku menjemput surat tagihan di rumah mertuaku, aku langsung menelpon layanan call center guna menanyakan hal itu. 
Penjelasan yang aku dapatkan itu menyambarku bagaikan halilintar di hari yang cerah. Bagaimana tidak? Rupanya tanpa alasan yang masuk akal, pihak bank terkait secara sepihak menurunkan batas kredit pada kartuku. Penurunan batas kredit yang mencapai 3 juta ini diberlakukan begitu saja hanya dengan alasan keputusan pihak administrasi bank yang bersangkutan dan tanpa pemberitauan sebelumnya. Kontan saja tiba-tiba aku harus merogoh kocek yang jauh lebih besar dari anggaranku. Tak hanya itu, status aman dimana aku berada sebelumnya tiba-tiba berubah menjadi over limit.

Kartu kredit yang bermerk sebuah pasar swalayan besar yang disponsori oleh bank terkait ini memang mudah untuk didapatkan. Aku ingat dulu proses penyetujuan aplikasi yang aku ajukan memang begitu cepatnya. Padahal ketika itu, aku berkutat untuk tidak menyangkutpautkannya dengan kartu kreditku yang lain sebagai persyaratannya. Mungkin karena itu jugalah batas kedit yang diberikan masih jauh lebih kecil dibanding kartu-kartu kredit yang langsung aku dapatkan dari bank lain, sehingga nilai minimum pembayaran sebesar 10% dari total tagihan yang meskipun sudah mencapi batas kredit harusnya tidak memberatkan. Namun hal itu tidak akan berarti lagi jika kemudian harus diakumulasikan dengan selisih antara nilain pemakaian yang kini dianggap over limit.

Dalam perjalanan penggunaannya, aku menemui berbagai masalah seperti tidak dapat digunakannya di banyak tempat, ditolak bahkan oleh mesin di pasar swalayan itu sendiri sehingga transaksi pembayarannya harus diulang berkali-kali sampai berhasil dan sering dianggap tidak beres oleh ATM bank itu sendiri.
Tentunya dengan mudahnya mendapatkan kartu kredit ini, bank terkait punya banyak sekali nasabah. Bisa terbayangkan keuntungan yang sangat besar ketika pihak bank melakukan pemaprasan kredit secara sepihak kepada nasabahnya ini. Hmmm...rupanya ini bisa jadi sebuah modus baru yang cukup efektif buat instansi yang mendapat kepercayaan dari nasabahnya.  Dan segala keluhan bahkan protesku tidak membuat pihak bank tersebut mengubah keputusannya mengingat posisiku yang memang tidak mungkin memaksanya.

Kalau saja aku punya dana yang mencukupi, aku akan langsung menutup rekening kartu kredit itu. Harusnya aku memang lebih berhati-hati dengan hal-hal yang bisa didapat dengan mudah karena semua itu dapat menghilang dengan mudah pula.