Tuesday, June 17, 2014

Nyampah

Lucu sekali teman-teman dan beberapa kontak ku yang sering saling berinteraksi di dunia maya maupun dunia nyata. Setelah menyatakan tidak akan ikut-ikutan berkampanye menjelang Pilpres, ternyata, disadari atau tidak, mereka justru makin menggila dengan postingannya yang bersifat memihak hingga mendulang komen orang lain yang memicu perdebatan. Tidak ada yang salah dalam berperan serta mendukung jagoannya karena itu toh hak masing-masing warga negara.Hanya saja cara mereka menunjukkan dukungannya itu yang membuatku tersenyum-senyum melihatnya.

Ada yang hanya murni mengangkat-angkat citra jagoannya, namun ada saja yang masih melakukan kampanye negatif atau bahkan kampanye hitam.  Kampanye negatif-nya pun ada yang dilakukan baik dengan cara halus dan tidak menohok ataupun dengan cara sambil menyertakan pernyataan sinis atau malah makian. Hal ini dilakukan secara gencar hampir tiap hari hingga halaman pofilnya sarat dengan postingan seperti itu. Lalu apa sih yang memberikan kenikmatan bagi mereka dalam melakukan hal ini? Selain sebagai pelampiasan kefanatikan atau kebenciannya pada kedua kandidat, aku menduga mungkin nantinya semua postingan itu kelak bisa mereka jadikan pembuktian atas kebenaran postingannya sekaligus dipakai untuk bahan ledekan saat jagoannya terpilih sebagai pemenang. Lalu apa yang akan mereka lakukan saat harapannya tidak terpenuhi di ujung Pilpres bulan depan? Membersihkan semua postingannya?
Entahlah.

Aku sendiri berprinsip bahwa pendukungan pada masing-masing kandidat sebaiknya dilakukan dengan cara yang elegan tanpa harus mengangkat-angkat jagoannya setinggi langit atau membanting lawannya dengan keras. Hampir semua postingan bernafaskan kampanye yang aku jumpai itu wujudnya sudah seperti tulisan dakwah agama yang mengajak pembacanya untuk lebih bertakwa namun dengan dibumbuh ancaman yang teramat mengerikan sehingga mencerminkan seolah Sang Pencipta itu kejam. Postingan-postingan itu tidak hanya menggambarkan kesejahteraan yang dijanjikan para kandidat namun juga kesengsaraan yang bisa ditimbulkan mereka jika terpilih. Bacaan yang mengerikan sekali buat mereka yang hingga kini masih berada di poros tengah dan belum menentukan pilihannya. Tapi buat para pendukung, hal seperti itu takkan terbeli.

Aku percaya bahwa setiap orang akan menganggap sebuah teori itu benar jika memang sejalan dengan pendapatnya, dan begitu pula sebaliknya. Sebaik-baiknya seorang khatib berkhotbah, sebenar-benarnya apa yang dipaparkan dalam khotbahnya, hanya akan terbeli oleh mereka yang memang sepaham, dan tidak akan masuk ke dalam hati dan pikiran mereka yang punya anggapan berbeda. Jangankan isi khotbahnya, sekali seseorang tidak menyukai khatibnya, segala materi khotbahnya hanya akan melulu terdengar sumbang. Hal ini juga yang aku cukup yakin terjadi dalam kasus berkampanye tanpa batas.

Debat capres yang kedua telah dilaksanakan hari Minggu kemarin. Dan menurutku, ada 3 tipe orang yang ingin menyaksikan semua acara perdebatan yang sudah lalu maupun yang akan datang;
1. Orang yang perlu asupan tentang siapa yang layak dipilih.
2. Orang yang ingin melihat kehebatan jagoannya.
3. Orang yang ingin meilhat ketidak hebatan lawan jagoannya.
Jelas bagi orang yang masih bingung menentukan pilihannya, acara ini akan sangat bermanfaat. Namun bagi tipe nomor 2 dan 3, acara ini bisa jadi hanya bermanfaat untuk menambah bahan pembahasan dan/atau postingan mereka yang menyampah dimana-mana. Ironis sekali bagaimana mereka menggunakan waktu dan akalnya dengan cara seperti ini....