Monday, August 16, 2010

MP Blog - Ooo...begini tho rasanya?




Karena kebetulan jatuh di bulan puasa, kami akhir minggu kmrn akhirnya mengadakan acara buka bersama sbg suatu symbol pengenangan 40 hari kepergian ayahanda kami. Acaranya jauh berbeda dgn acara tahlilan pada umumnya dimana kami tidak melakukan pengajian bersama sehingga lebih terfokus pada pengenangan beliau di mata kami, keluarga intinya. Meski acara ini hanya dihadiri anak-anak & cucu-cucu beliau saja, namun lumayan ramai karena dari enam orang anaknya, beliau memang punya cukup banyak cucu.

Acaranya simple saja, bukber yang diikuti sholat maghrib berjama’ah, do'a bersama & menikmati hidangan makan malam. Kami memang tidak membiarkan kesedihan menjadi tema untuk acara ini, sehingga kami hanya bertukar cerita tentang kenangan manis masing-masing bersama beliau. Keceriaan & gelak tawa mengiringi acara makan malam kami. Banyak hal yang disayangkan oleh para cucu sebagai hal-hal yang tak mgkn lagi mereka alami bersama eyang kakungnya ini setelah mereka mendengarkan cerita kami tentang kekocakan beliau di masa kecil & muda kami. Kami sendiri lebih merindukan beliau saat kami kemudian membongkar barang-barang peninggalan beliau. Kami saling berbagi kenangan yang kami miliki tentang beliau dan barang-barang tersebut. Seperti halnya mendiang ibunda kami, yang telah mendahuluinya hampir genap 5 tahun sebelumnya, beliau juga tipe orang yang rajin sekali menyimpan barang-barangnya. Bukanlah suatu hal yang mengejutkan jika kami menemukan benda-benda yang pernah kami kenal saat kami kecil dulu namun tak pernah kami lihat lagi hingga kemarin. Kami juga menemukan benda-benda kesayangan mendiang ibunda kami yang rupanya selama ini tetap disimpan oleh beliau. Banyak memori indah yang terkuak seiring dengan ditemukannya kembali benda-benda zaman dahulu ini lagi. Bahkan ada banyak barang-barang yang diminati para cucu yang menginjak masa remajanya karena memang saat ini menjadi trendy lagi.

Banyak hikmah yang kami dapatkan dari ajang pertemuan kemarin. Ada hal-hal yang akhirnya terekspos karena beberapa faktor, misalnya karena memang selama ini sengaja disimpan rapat-rapat oleh masing-masing individu....tentunya karena ada mandat dari beliau dan/atau mendiang ibunda. Ada juga yang kami ketahui karena catatan-catatan yang akhirnya kami baca & foto-foto tua yang kami temukan. Hikmah lain adalah, bahwa kami masih bisa belajar banyak dari apa yang telah mereka tinggalkan kepada kami, yang tentunya baru dapat kami rasakan setelah mereka tiada. Hal-hal seperti inilah yang kemudian membuat kami bisa berkata, "ooo...ternyata gitu tho maksudnya?".
Seperti pepatah, "Anda tidak tau apa yang anda miliki hingga anda tidak memilikinya lagi", kami kini merasakan betapa kami memang kehilangan kedua orang tua kami yang semasa hidupnya, ternyata telah mengajarkan jauh lebih banyak hal dari yang kami duga. Dan mungkin memang tidak pernah kami pertanyakan sebelumnya, namun kami kini tau seperti apa rasanya menjadi seorang anak yatim-piatu....

Friday, August 13, 2010

One On One



Now who doesn't know Bob James? At least in the old days people here were familiar with his tune, ANGELA, which was used as the theme song of that famous sitcom TAXI, starred by Danny DeVito. And when Bob James teamed up with Earl Klugh, one of the jazz guitar maestros in the 80's, there was nothing but amazing tunes they made. And I picked this nice piece because it also happens to fit the picture.

Thursday, August 12, 2010

MP Blog - Do'a Anak


Dulu mungkin mudah sekali untuk mengetahui dengan pasti kapan saja tahlilan akan diadakan di dalam keluarga orangtua saya. Angka-angka yang sudah sangat signifikan dengan penyelenggaraan tahlilan itu adalah, 3 malam pertama, malam hari ke 7, ke 40, 100 hari, setahun dan 1000 hari. Saat orang tua saya masih lengkap sepertinya tidak ada masalah dalam menentukan kapan perlu tahlilan. Tapi sejak ibu saya meninggal, mulailah terlihat ada pengurangan jumlah tahlilan. Mungkin karena ayah saya termasuk orang yang praktis dan jarang sekali mau repot dengan urusan yang dianggapnya sepele. Jadi beliau mulai menyaring angka-angka yang dulunya sudah mentradisi dalam keluarga.

Sejak ayah saya meninggal beberapa waktu lalu, mulai lagi terlihat akan adanya pemaprasan tahlilan oleh para generasi penerusnya. Bukan hanya karena sifat praktis yang sudah terlanjur diturunkan ke sebagian dari kami, anak-anaknya, namun juga adanya perbedaan prinsip di antara kami di pelbagai segi seperti agama, kultur dan sosial. Pengaruh dari "pasangan" pun menjadi faktor terjadinya perubahan ini mengingat beberapa dari mereka memang punya latar belakang didikan keluarga & adat yang berbeda. Saya sendiri memang pernah mencoba mencari info tentang hukumnya tahlilan dan sempat membaca tentang adanya pengharaman tahlilan oleh kalangan/aliran tertentu.

Meskipun sempat juga ada seorang ustadz dan beberapa sesepuh kami yang menganjurkan agar kami mengundang para kerabat dekat & mengirimkan do'a bersama untuk mendiang ayah saya, namun akhirnya kami memutuskan untuk tidak menyelenggarakannya di hari ke 40 melainkan di hari ke 100 yg mungkin dalam konteks yang lebih besar. Saya sendiri memang bukan tipe orang yang senang kumpul-kumpul, apalagi dengan kerabat yang notabene tidak sulit untuk ditemui. Jadi bagi saya, duduk sendiri di sebuah ruangan yang tenang sambil mengirimkan do'a-do'a kepada ayah (dan ibu) saya akan lebih khusu' dan nikmat. Saya pikir tanpa perlu menggalang pasukan pengirim do'a, insya Allah do'a saya bisa diterima & dikabulkan Yang Maha Kuasa. Kali ini, 40hr mangkatnya ayah kami akan ditandai dengan acara buka puasa & do'a bersama hanya di kalangan kami saja, anak & cucu beliau. Biar bagaimanapun, do'a yang paling mustajab itu khan do'a anak sendiri.




Wednesday, August 11, 2010

MP Blog - Cinta Ramadhan


Ramadhan adalah bulan yang istimewa. Bulan penuh berkah dimana semua amal kebaikan yang kita lakukan akan terbalas dengan pahala yang berlipat. Banyak sekali orang yang mengakui keistimewaannya namun apakah mereka memang sudah memperlakukannya sebagai bulan yang istimewa?. Buktinya, meskipun telah menahan lapar & haus, mencoba memperbanyak ibadah dan berusaha menghindari diri dari perbuatan yang negatif, tetap saja saat Ramadhan berlalu masih banyak yang tidak merasa akan ditinggalkan sesuatu yang istimewa. Bahkan kepergiannya sering disambut dengan kelegaan karena masa ujian telah berakhir. Kehadirannya memang terkesan istimewa karena memang penyambutannya selalu disiapkan sejak dini. Namun ketika akan beranjak pergi, orang justru ramai-ramai siap menyambut kehadiran Lebaran & Syawalnya, yang siap menggantikan Ramadhan.

Alkisah sepasang insan yang tengah jatuh cinta berniat hendak menguji keabsahan & kekuatan cinta mereka. Seiring dengan datangnya tuntutan untuk berpuasa, mereka lalu membuat kesepakatan untuk tidak berkomunikasi sekalipun selama bulan Ramadhan yang telah di ambang pintu. Mereka bertekad untuk lebih berkonsentrasi pada pengamalan makna Ramadhan itu sendiri. Apapun yang akan terjadi pada perasaan mereka nanti seusai Ramadhan menjadi penentu kelanjutan atau berakhirnya kisah cinta mereka. Mereka sadar bahwa hanya cinta sejatilah yang akan mempertemukan mereka lagi. Kalaupun akan bertemu lagi perpisahan ini tidaklah lama... hanya 1 bulan. Mungkin juga mereka tidak akan bertemu lagi. 1 bulan saja terasa berat bagi mereka, apalagi jika nantinya mereka memang tak akan bertemu lagi. Maka perpisahanpun tetap dilakukan namun dengan sangat berat hati dan diiringi rasa nelangsa & mata yang berkaca-kaca. That's the power love...

Perpisahan dengan bulan Ramadhan akan berlangsung untuk waktu yang jauh lebih lama. Itupun masih dengan adanya kemungkinan tidak akan bertemu lagi nanti. Lalu jika perpisahan dengan Ramadhan terasa biasa-biasa saja, apakah berarti cinta pada Ramadhan juga datar-datar saja? Adakah kita termasuk yang mengaku sangat cinta pada bulan Ramadhan namun tidak merasa berat untuk berpisah dengannya? Jadi seberapa besar kekuatan cintanya itu?




Monday, July 12, 2010

MP Blog - Ayahku


Akhirnya ajal menjemputnya Senin, 5 July yang lalu, hampir genap 5 tahun setelah wafatnya ibundaku tercinta. Kebersamaannya hanya dengan kakak kandung tertuaku didetik-detik terakhir hidupnya mungkin dapat membuatku menyayangkannya karena aku merasa lebih bisa mengurusnya di saat kondisi kesehatannya yang begitu ringkihnya. Namun aku telah menerima hal ini sebagai bagian dari takdirnya. Aku lebih suka mengisi kekosongan hati ini dengan mengenang masa-masa indah bersamanya.



Beliau adalah seorang ayah yang telah mengajariku tentang kebijaksanaan hingga di akhir hidupnya. Hal inipun masih aku dapatkan bahkan setelah beliau mangkat. Aku menyadari betapa beliau telah secara bijaksana menunjukkan bahwa semua langkah yang diambilnya ternyata merupakan hal yang tepat termasuk memutuskan untuk menyewa sebuah apartment sebagai tempat tinggalnya daripada memiliki sebuah rumah. Seperti yang pernah beliau katakan dulu bahwa lebih baik tidak meninggalkan harta yang mungkin dapat memicu pertikaian diantara puta putrinya kelak.


Mapan sebagai direktur utama PT. Aneka Tambang selama 18 tahun dan kemudian sebagai direktur utama Alumindo Perkasa selama 2x masa jabatan tidak membuatnya lupa daratan. Aku masih ingat betul saat beliau secara tegas melarang kami, putra putrinya, mengikuti jejaknya dengan memilih jurusan pertambangan. Alasannya sangat sederhana, beliau tidak ingin kami dituding orang memanfaatkan jabatannya.  Dedikasi yang diberikan pada pekerjaannya hingga hari terakhir hidupnya juga telah membuktikan pengabdian & kesetiaannya yang tak terkira pada dunia pertambangan negeri ini.

Cara mendidik yang beliau terapkan mungkin terbilang ketat. Bahkan banyak kerabat lain yang menganggapnya kolot & kaku. Namun bagiku, apa yang telah aku dapatkan darinya justru telah menjadikanku sebagai seorang yang tegas dan tangguh dalam menghadapi hidup ini. Mungkin kejujuran yang beliau ajarkan tidak membuatku kaya raya akan harta namun aku merasakan berkecukupanku akan akhlak & kebahagiaan yang tulus.

Seperti halnya saat ibundaku berpulang ke Rahmatullah, mata-mata ini tidak pernah mengalirkan air mata meski aku sangat kehilangan beliau. Tak akan ada lagi kebersamaan dengannya di dunia ini. Namun aku yakin, ilmu & kebijaksanaan yang beliau ajarkan akan terus menuntunku menjalani hidupku sambil terus berdoa untuk kebahagiaannya dalam hidup barunya.

Kini jasadnya telah dipertemukan kembali dengan jasad ibundaku dalam liang lahat yang sama. Semoga doaku selalu melancarkan perjalanan keduanya menuju Sang Khalik....aamiiin
Selamat Jalan Pappie tercinta...




Friday, January 8, 2010

MP Blog - I Can't Dance



Setelah kembali dari berlibur di Anyer usai Lebaran y.l, saya sdh punya jadwal yang cukup padat Senin itu, 28/09. Ada jadwal peninjauan 2 proyek disamping kunjungan beberapa tamu ke tempat kerja. Dengan perangkat yang cukup memadai untuk mengunjungi lokasi konstruksi, saya barangkat dengan penuh keceriaan mengendarai motor yg terbilang masih muda umurnya sehingga masih mulus kondisinya.

Lengangnya lalu lintas karena sebagian besar masyarakat Jakarta masih menikmati masa liburannya terlebih anak-anak sekolah seolah menambah keceriaan saya untuk beraktivitas pagi itu. Namun faktor kelengangan lalu lintas itulah pula yang memungkinkan sebuah mobil box milik perusahaan jamu rumahan dengan mudahnya berpindah lajur dengan kencang tanpa menyadari posisi saya yang tepat berada di sebelahnya. alhasil, saya terpental cukup jauh dari motor dan sempat koprol di atas aspal. Hal ini saya ingat betul karena saya tidak kehilangan kesadaran sedetikpun.

Tulang kering kaki kanan saya yang patah akibat kecelakan tersebut telah melumpuhkan saya selama 3 bulan terakhir. Parahnya kepatahan tersebut mengharuskan saya menjalani operasi dan menginvestasikan sebuah metal plate sepanjang l.k 30cm serta 12 skrup dalam kaki kanan saya. Saat ini kondisi kaki saya sudah jauh lebih baik meskipun belum sempurna (bahkan menurut dokter mungkin tidak bisa kembali seperti sediakala). Dan saya masih harus melampaui fase-fase pemulihan yang tidak kalah beratnya dari yang selama ini saya lalui.

Sebelum kejadian ini, saya sudah melihat banyak sekali orang yang mengalami patah tulang, baik yang parah maupun yang ringan, namun tidak pernah terbayangkan sekalipun bahwa saya juga akan mengalaminya. Awalnya saya memang sempat beberapa kali "ngrasani" nasib sampai akhirnya saya sepenuhnya menerima hal ini dengan ikhlas dan paling tidak sekarang saya bisa mengatakan, “oo..begitu tho rasanya….”

Saturday, May 30, 2009

Pejuang Tulen






Diantara lalu lalangnya mobil-mobil mewah yang terus bertambah banyak dan maraknya mainan modern yang terus berlomba menawarkan kecanggihan teknologinya, bapak tua ini dengan tak kenal lelah terus berharap masih ada yang berminat dan membeli mainan klasik yang dibawanya keliling di atas sepedanya.