Friday, August 16, 2013

Bukan Tentang Islam

Sejak kemarin sudah digaungkan bahwa akan ada pengumpulan massa Islam besar-besaran di pelbagai kota besar di tanah air sebagai simbol kepedulian terhadap tragedi yang tengah berlangsung di Mesir. Pengumpulan massa yang terjadi di 32 kota meliputi hingga sejauh Makassar ini bukan untuk demonstrasi namun hanya sekedar aksi menunjukkan rasa solidaritas saja. Begitu hebatnya kepedulian ini hingga banyak pengguna media sosial yang tak henti-hentinya memasang postingan yang berhubungan dengan tragedi ini, dari yang sekedar mengingatkan untuk mengirim do'a, menampilkan foto-foto yang mengenaskan, sampai yang dengan nada keras dan sinis mempertanyakan sikap-sikap yang dianggap tidak atau kurang mencerminkan keprihatinan, lalu mempertanyakan kadar ke-Islam-an yang bersangkutan.

Sebenarnya apa sih yang terjadi di Mesir? Sampai sejauh mana Islam berkaitan dengan insiden berdarah yang telah memakan korban begitu besar itu?
Aku punya pandangan pribadi mengenai hal ini. Tentunya semua didasari oleh berita-berita yang kudapat dari beberapa sumber termasuk dari seorang rekanku yang asli orang Mesir. Beginilah ringkasan dari apa yang aku lihat dengan kacamataku;

Presiden terpilih dalam Pemilu 2012, Muḥammad Muḥammad Mursī ‘Īsá al-‘Ayyāṭ (Morsi) dari partai Islam Ikhwanul Muslimin, yang mulai menduduki jabatannya sejak 30 Juni 2012, sempat memberlakukan keputusan yang memberinya wewenang tak terbatas, yang dimaksudkan untuk melindungi rakyat Mesir dari undang-undang pemerintahan yang pernah diterapkan oleh presiden terdahulunya, Hosni Mubarak, yang ia gulingkan dari jabatannya. Keputusan yang kemudian dinilai tidak menyelesaikan masalah negara yang serius seperti minimnya persediaan bahan bakar dan tenaga listrik ini yang kemudian mengundang amarah rakyat seperti halnya yang terjadi dengan krisi moneter yang berakhir dengan lengsernya presiden Soeharto.

Setelah terjadi demonstrasi massa besar-besaran sejak 22  November 2012 hingga puncaknya pada 30 Juni 2013, yang menuntut mundur dirinya, disusul dengan pernyataan pihak militer yang mengancam akan bertindak bila tuntutan rakyat tidak dipenuhi, dewan yang terdiri dari menteri pertahanan Abdul Fatah al-Sisi, pemimpin oposisi Mohamed ElBaradei, Imam Besar Al-Azhar Ahmed el Tayeb, dan Paus Tawadros menyatakan Morsi resmi turun tahta. Keputusan yang diumumkan secara resmi oleh pihak militer Mesir inilah yang banyak disebut sebagai "kudeta". Dan mungkin hal ini yang kemudian mendorong pendukung Morsi untuk melakukan demonstrasi melawan pemerintahan sementara.

Demonstrasi besar-besaran yang kemudian berubah menjadi sebuah tragedi berdarah inilah yang hingga hari ini menuai banyak aksi unjuk rasa solidaritas di kalangan kaum Muslim di tanah air. Sangat mudah dimengerti bila kebanyakan korban yang luka dan meninggal adalah umat Muslim mengingat demonstran adalah pendukung partai Islam. Bukan berarti korban dari pihak militer sebagai oposisi tidak ada atau bukanlah umat Muslim, namun tingginya jumlah korban dari pihak demonstran yang beragama Islam ini kemudian menuai anggapan bahwa yang telah terjadi merupakan suatu aksi pembantaian kaum Muslim.
Lalu apa yang menyebabkan kematian begitu banyak korban ini?

Kabarnya, demonstrasi yang melibatkan wanita dan anak-anak ini sempat mencapai fase anarkis dimana terjadi pengrusakan berbagai fasilitas umum dari toko hingga gereja. Sangat mudah membayangkan bagaimana massa yang tengah gusar dikompor-kompori oleh pihak-pihak tertentu sehingga menjadi liar. Massa juga memblokir jalanan dengan membuat barikade yang begitu kokohnya sehingga perlu kendaraan lapis baja untuk menembusnya. Pihak pemerintah sempat memberikan peringatan akan menggunakan peluru tajam bila demonstrasi ini tidak segera dibubarkan. Mungkin saja peringatan ini dianggap perlu mengingat adanya massa demonstran yang mempersenjatai dirinya. Dan akhirnya pergolakan besarpun tidak terhindari. Di satu pihak terdapat massa Islam yang terdiri dari mereka yang anarkis, yang bersenjata, yang tua, juga yang wanita dan anak-anak, sedangkan di pihak seberang ada militer yang bersenjata lengkap.

"Perang saudara" yang terasa tidak imbang ini telah memakan jauh lebih banyak korban dari pihak demonstran, tidak terkecuali rakyat biasa, wanita dan anak-anak. Apakah memang ini sebuah pembantaian terhadap kaum Muslim? Apakah pihak milliter yang pelurunya mematikan begitu banyak korban Muslim tak berdosa bisa disebut sebagai pembantai kaum Muslim dalam kondisi seperti ini?

Dalam ilmu peperangan memang dikenal larangan membunuh rakyat yang tidak berdosa. Dan hal itu mungkin saja diterapkan ketika sangat mudah membedakan musuh berdasarkan atribut yang dikenakan. Namun bukanlah hal yang mudah menghadapi gelombang amukan massa yang tidak berseragam, dimana siapapun bisa menggunakan apa saja sebagai senjata. "Chaos" yang terjadi secara instan sangat mampu membutakan pihak militer yang kemudian sulit memilah-milah sasaran tembaknya.

Lalu ada berita tentang penembakan terhadap jema'ah Muslim yang tengah sholat oleh pihak militer. Sementara itu pihak pemerintah dan militer tidak mengakui perbuatan itu. Sejauh ini mereka yang terlihat berseragam militer dan menembaki jema'ah itu tidak diakui sebagai aparat militer Mesir. Bisa saja ini suatu usaha menggunakan pergolakan yang tengah berlangsung sebagai kendaraan untuk memfitnah. Yang pasti, kalau para pelaku itu memang berasal dari kubu pemerintahan, berarti ini kasus pembantaian kaum Muslim oleh sesama Muslim yang sangat mungkin dikemudikan pihak lain yang non-Muslim. Dari pihak manapun korbannya kemungkinan besar adalah kaum Muslim.

Apa yang terjadi adalah perang saudara yang disebabkan oleh perseteruan antar kubu-kubu pemerintahan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kebetulan memang hal ini terjadi di Mesir, yang kata seorang teman merupakan porosnya Islam secara sunnatullah, sehingga mayoritas korban juga kaum Muslim. Jadi sangat berbeda dengan apa yang terus menerus terjadi antara Palestina dan Israel. Menurutku tragedi ini murni pergolakan antar kubu-kubu di pemerintahan saja dan tidak berhubungan dengan Islam. Toh yang namanya pergolakan di negara-negara Arab sudah terjadi sejak lama. Dari suksesnya kudeta yang terjadi di Tunisia dengan berkedok demonstrasi besar-besaran, pemberontakan bersenjata di Lybia dan Suriah, hingga demonstrasi yang tidak menghasilkan apa-apa di Bahrain, Irak, Yordania, Palestina dan Sudan.


Aku akan tergerak bila himbauan itu berdasar pada faktor kemanusiaan, bukan pada faktor agama.
Bahwa hal ini berkaitan dengan strategi New World Order, sangat mungkin. Ditambah pula kemungkinan kaitannya juga bisa pada propaganda dan pemberitaan yang dirancang sedemikian rupa untuk memecah belah Islam sedunia. Dan sangat mungkin segala bentuk himbauan untuk bersolidaritas dalam bentuk aksi apapun yang digaungkan di dunia maya oleh siapapun, tanpa disadari bisa kemudian jadi bagian dari strategi itu.

Wallahualam...

June 8, 2013.