Wednesday, August 28, 2013

Sajian Yang Menggiurkan

Pagi ini, selagi membaca postingan tentang situasi di Mesir dan Suriah, tiba-tiba aku teringat cerita ibuku dulu ketika aku duduk di bangku kelas 2 SD. Cerita seram tentang sebuah rumah yang aku tidak ingat lagi sama sekali dimana letaknya, namun sering dilewati oleh ayahku setiap beliau mengajak kami sekeluarga berkeliling kota dengan mobilnya. Rumah itu keliatan tidak berpenghuni memang, karena taman di depannya tampak tak terurus sampai dipenuhi rumput yang tumbuh tinggi tidak beraturan. Di malam hari lebih jelas terlihat keterbengkalaiannya karena meskipun kondisinya masih kokoh dengan jendela dan pintu yang masih lengkap dan utuh, rumah moderen berlantai satu dengan ukuran lebih kurang 200 meter persegi ini sangat gelap. Satu-satunya sumber cahaya yang sedikit meneranginya hanyalah lampu jalanan yang remang-remang.

Kata ibuku, rumah ini dihuni oleh setan yang dulunya sempat dipercaya bisa mengabulkan permintaan siapapun yang meminta kepadanya. Dan tidak sedikit orang yang mencoba menjajal mitos tentang rumah pesugihan ini tapi gagal, sampai akhirnya ada sebuah pembuktian dari seorang pendatang dari luar kota yang kesehariannya bekerja sebagai penjual roti keliling. Ia meninggalkan istri dan seorang anaknya di Jawa Tengah untuk mengadu nasib di Jakarta. Namun karena penghasilan yang didapatkan kurang mencukupi, ia lalu mencoba mendapatkan kekayaan dengan cara yang instan.

Pendeknya, setan berjanji akan memberikan apa yang dimintanya dengan syarat ia harus juga melakukan apa yang diminta setan. Kesepakatanpun dilakukan dan setan menyajikan sepiring ayam goreng yang harus dihabiskannya. Entah karena tergiur dengan janji setan ataukah ayam itu memang lezat, ia memakannya dengan lahap tanpa ditemani nasi atau lauk lainnya. Berawal dengan kedua paha dan paha atas yang juicy, lalu sayap dan badan. Sebenranya, ia merasa jijik sehingga tidak pernah suka makan kepala ayam, namun karena setan mengingatkan untuk menghabiskannya sesuai dengan kesepakatan, maka dengan sedikit risih perlahan ia gerogoti daging di leher dan kepala ayam tersebut.

Kekayaan yang diharapkannya belum kunjung hadir ketika beberapa hari kemudian ia mendapat kabar tentang anak semata wayangnya yang meninggal secara misterius. Ia begitu kaget ketika sesampainya di rumah, istrinya mengisahkan bagaimana tiba-tiba anak mereka menjerit-jerit merasakan sakit yang menggerogoti sekujur tubuhnya dengan urutan persis seperti ketika ia melahap ayam itu. Ketika hal itu terjadi, tidak seorangpun mengetahui apa penyebabnya selain praduga adanya pengaruh santet atau kesurupan.
Soal kekayaan instan itu sendiri, akhirnya memang ia dapatkan dalam bentuk sumbangan yang cukup besar dari warga di kampungnya, karyawan dan pihak perusahaan dimana ia bekerja karena rasa iba yang begitu besar atas kematian misterius yang dialami seorang anak kecil.

Ironis? Sangat!
Mitos? Mungkin saja.

Dan mengapa setelah puluhan tahun berlalu, hingga di era semoderen ini terbukti masih banyak manusia yang mengambil jalan pintas untuk mendapatkan apa yang diinginkannya meski itu berarti harus mengorbankan apa yang telah dimilikinya? Kita bisa punya teknologi yang jauh lebih canggih dari yang ada ketika ibuku bercerita. Dengan perkembangan ilmu selama ini. kita harusnya bisa jauh lebih pintar dari sosok sang penjual roti. Tapi itu bukan berarti setan ketinggalan zaman. Setan tidak pernah berhenti bekerja dalam menggoda manusia dan memang itulah tugasnya. Kalau kita percaya pada misteri yang dimiliki Allah swt., tentunya kita perlu percaya bahwa cara kerja setan juga sulit ditebak. Godaan setan disesuaikan dengan kondisi yang ada sehingga cara dan ujud penyampaiannya bisa selalu terlihat menggiurkan dan up-to-date. Artinya, aspek yang dijadikan kendaraan olehnya untuk mengusik ketenangan manusia bisa apa saja, termasuk hal yang harusnya menguatkan keimanan kita: agama.

Bijaksanalah dalam beragama.



Ah...teori!!

Sebenarnya sudah cukup lama aku menahan diri untuk tidak membuka mulut dan menumpahkan uneg-unegku kepada siapapun, dan mungkin kondisi seperti ini masih bisa aku pertahankan entah sampai kapan. Konsep pemikiran akan kelegaan yang didapat jika suatu masalah dishare itu tidak berlaku dalam hal ini karena aku terlalu naif untuk menganggap ada orang yang bisa sepenuhnya mengerti posisiku dan memberi asupan yang bermanfaat. Jadi aku lebih memilih diam dan memendam masalahku sebagai rahasia yang sangat mungkin perlahan menggerogoti imanku.

Ingin rasanya menyakiti fisik ini sekedar untuk mengalihkan rasa sakit hatiku, bahkan aku sering sampai beranggapan bahwa perihnya kulit yang tersayat pisau silet cukup buat melupakan perihnya hati yang tersayat. Tapi aku juga berulang kali mengingatkan diri sendiri bahwa hal itu hanya akan berlangsung untuk waktu yang relatif singkat kecuali bila aku susulkan dengan episode-episode berikutnya. Seberapa lamanyapun pengalihan itu berlangsung aku tetap sadar kalau itu tidak akan melenyapkan masalah yang kuhadapi.

Boleh saja orang menganjurkanku untuk berwudhu atau membenamkan diri pada do'a yang dalam. Tapi aku sudah membuktikan kalau tidaklah mudah berkonsentrasi pada apapun disaat pikiran sedang kacau. Sungguh aku belum menemukan jawabannya karena hingga saat inipun kemelutan dalam diriku masih saja menghantuiku tanpa kenal waktu. Ujian untuk berikhlas menerima keadaan dan belajar dari pengalaman juga bukan hal yang mudah diluluskan. Polemiknya adalah bahwa aku butuh ketenangan jiwa untuk bisa melalui ujian ini, tapi hal itu juga sulit untuk kudapatkan dengan ujian seperti ini

Aku tau aku tidak punya pilihan lain selain menunggu dan menunggu terpenuhinya pengharapan yang belum tentu juga akan terjadi. Kalau segala yang terjadi padaku adalah bagian dari kalamku, berarti bukan aku saja yang harus menerimanya dengan keikhlasan yang sempurna tapi juga mereka yang ada di sekitarku. Mungkin aku baru mudah berikhlas setelah menyaksikan sendiri bagaimana orang lain sulit menerima dengan ikhlas apa yang akhirnya terjadi padaku. Itupun kalau aku masih punya kesempatan untuk bisa berikhlas.

Teori memang selalu lebih mudah dari praktek...



Friday, August 23, 2013

Idealis

Seorang kenalan yang berteman dekat dengan seorang kerabatku punya watak yang terbilang aneh. Bermodal pengalaman mengenyam pendidikan di luar negeri selama bertahun-tahun, ia bisa dikatakan punya persepsi yang idealis terhadap berbagai aspek, bahkan yang sepele. Awalnya aku tidak terlalu menggubris sifatnya yang cenderung memancing orang untuk berdebat. Bahkan aku sering menganggap ucapan dan pernyataannya sebagai hal lucu yang bisa membuatku tersenyum. Namun belakangan ini hal itu mulai ia lakukan dalam mengungkapkan rasa ketidaksukaannya atas kondisi yang tengah aku hadapi. Yang menjadi masalah adalah bahwa  kondisi ini berlangsung antar anggota keluargaku. Jadi ia, yang sama sekali tidak punya hubungan kekeluargaan denganku meskipun berstatus sebagai teman dekat kerabatku, tidak punya posisi yang layak untuk ikut melibatkan diri di dalamnya.

Sejarah hidupnya yang sempat tercoreng oleh peristiwa pengurungan dirinya dalam bui yang berkaitan dengan penggunaan obat-obatan terlarang seolah tidak memberinya pelajaran untuk menjadi orang yang bijaksana. Justru aku berpikir, pengalaman itu membuatnya merasa lebih pintar dan berhak untuk menyuarakan isi benaknya di waktu dan tempat yang salah. Mungkin ilmu yang didapat selama berada di balik jeruji penjara justru dujadikan alasan untuk menyajikan ego-nya dalam keangkuhan. Ia sering menggunakan bahasa yang "tinggi" dengan disertai kutipan-kutipan dari orang-orang terkenal untuk mengungkapkan kekecewaannya atas apa yang tengah terjadi dalam keluargaku.

Aku lalu bertanya-tanya pada diri sendiri motif apa yang menadasari perilakunya ini. Sekedar solidaritas pada kerabatku atau politik uang? Mungkin juga karena hutang jasa, mengingat kerabatku termasuk yang dulu rajin menjenguknya ketika ia dalam penahan? Entahlah...aku memang tidak mengenalnya secara dekat untuk tau lebih banyak tentang latar belakang kehidupannya. Apapun motifnya, aku hanya menganggapnya sebagai korban "korslet otak" yang mungkin disebabkan oleh terlalu banyaknya ilmu yang diserap melebihi kapasitas yang tersedia sehingga penerapannya jadi error...tercampur aduk tidak karuan. Bisa jadi karena hal inilah juga ia, yang kini tidak muda lagi, belum punya pekerjaan tetap dan pasangan hidupnya.
Belum ada yang sanggup mengatasi idealismenya!



Wednesday, August 21, 2013

Balada Kacamata

Aku mungkin termasuk orang yang tidak mudah menyingkirkan barang-barang milikku begitu saja. Seperti halnya mendiang ibuku, aku suka menyimpan barang-barang yang punya kenangan khusus, baik itu indah atau buruk selama bisa mengingatkanku tentang pembelajaran yang pernah aku dapatkan dari kepemilikannya. Bahkan yang rusakpun akan kupertahankan jika menurutku masih punya kegunaan meskipun dengan fungsi yang tentunya berbeda, misalnya sebagai pajangan. Tidak sebagai seorang kolektor, aku tidak berburu mencari barang untuk dikoleksi, sehingga barang yang kumiliki beraneka ragam jenisnya.

Tapi aku mengakui bahwa aku tidak pandai menjaga keawetan kacamata, baik itu jenis silinder, baca maupun gelap. Sebesar apapun kiatku untuk menjaganya, sudah berkali-kali aku harus mengalami kehilangan atau kerusakan. Tidak hanya melupakan peletakannya, kehilangan itu juga bisa disebabkan karena aku kurang berhati-hati dalam menempatkannya sehingga bisa terjatuh dimana saja. Bahkan sebuah kacamata gelap mahal yang dikaitkan pada tali pengaman yang menggantung di leherku dengan mudah hancur begitu saja tertindih dadaku setelah aku tersungkur kena seruduk sapi liar di suatu acara potong qurban awal tahun ini.

Untuk aksesoris ini, aku memang berkonsep "murahan". Artinya, aku tidak berminat membayar mahal dalam membelinya karena begitu seringnya aku kehilangan. Aku lebih suka mengutamakan fungsinya tanpa memikirkan kualitas atau bahkan style-nya. Yang penting nyaman dipakai dan memenuhi kebutuhanku. Seorang teman pernah mengingatkan bahwa harga tidak membohongi. Membayar lebih untuk suatu barang setaraf dengan panjangnya umur barang tersebut sehingga kita tidak perlu terus menerus merogoh kantong untuk mengganti barang murahan yang gampang rusak. "Toh kalau diakumulasikan nantinya total pengeluaran uangnya juga akan sama", katanya.

Benar juga teorinya.
Kalau sebuah kacamata mahal yang keawetannya berlangsung selama suatu periode tertentu, mungkin selama itu pula aku telah menghabiskan dana yang sama untuk seringnya membeli sejumlah kacamata murahan. Tapi kacamataku yang luluh lantah karena ulah seekor sapi liar itu kebetulan juga bukan yang murahan. Harusnya kerugianku saat itu bisa sangat kecil kalau aku hanya mengandalkan barang murahan, khan?
Mungkin aku memang tidak layak pakai kacamata mahal..... #kalam


~dalam kelegaan karena kacamata yang kemarin hilang sudah ditemukan~


Monday, August 19, 2013

Boys Will Be Boys

Punya 2 anak lelaki yang hanya berbeda umur sekitar 1 tahun itu memang tidak mudah. Apalagi mereka sekarang sedang dalam masa-masa egonya tinggi. Hampir tiap hal bisa dijadikan pemicu kasus pertengkaran hanya karena mendahulukan ego masing-masing. Di satu saat mereka sering memperebutkan hak meskipun kadarnya terbilang sangat sepele. Di lain waktu mereka bisa terlihat sangat kompak seolah apapun yang mereka dapatkan mereka terima dengan legowo. Tapi itu juga jarang terlihat awet karena biasanya anak yang mendapat lebih kemudian jadi "nglunjak", sehingga menuai ketidaknyamanan pada yang lain.

Ada saja hal-hal yang mendasari perseteruan antar mereka; iri lah, dendam lah atau sekedar iseng belaka. Kadang aku yang punya prinsip ingin mendidik mereka dengan cara memperlakukan mereka dengan kedewasaan dan kesabaran, namun seringkali akhirnya aku masih juga sampai harus berteriak-teriak memarahi mereka. Kadang aku harus mencubit mereka saat kata-kata ku seolah tidak mujarab lagi. Dan aku yakin di balik tangisan mereka ada rasa sakit hati ketimbang sakit fisik karena mereka sudah cukup besar untuk masih bisa merasakan sakitnya cubitan a la kadarku itu. Terbukti dengan munculnya kasus perseteruan baru dengan alasan yang sama tak lama setelah situasi reda diantara mereka. Bahkan mereka mampu menciptakan kasus pertengkaran baru dengan menggunakan hukumanku sebagai alasan untuk saling menyalahkan.

Hukuman penyitaan barang kesukaan mereka juga tidak selalu jadi solusi yang tepat karena ada saja hal yang mereka temui untuk mewujudkan keisengannya. Cukup dengan membuat bunyi-bunyian atau mimik muka yang sifatnya mengejek di saat mereka hanya aku izinkan untuk duduk diam tak bersuara di tempat yang berjauhan saja bisa membuat suasana keruh kembali seolah pertengkaran merupakan hal yang sangat dinikmatinya, hingga aku sering membiarkan mereka saling meledek sepuasnya. Aku memang kadang mecoba membiarkan mereka menyelesaikan masalah sendiri meskipun sampai harus kontak fisiknya, tapi itu sering berarti ada yang akhirnya menangis...hufft!

Yang pasti, sekejam apapun kelakuan mereka terhadap masing-masing, mereka akan saling mencari ketika mereka sedang terpisahkan. Saat seperti itulah yang selalu membuatku merasa kasian pada mereka karena semua sifat nakal, iseng dan keras kepala mereka lenyap dari ingatanku. Apalagi ketika mereka tengah lelap dalam tidurnya. Wajah pulas mereka sangat mampu membuatku merasa sebagai orang tua yang paling bahagia dan beruntung.  Oh well....boys will be boys.



Friday, August 16, 2013

Bukan Tentang Islam

Sejak kemarin sudah digaungkan bahwa akan ada pengumpulan massa Islam besar-besaran di pelbagai kota besar di tanah air sebagai simbol kepedulian terhadap tragedi yang tengah berlangsung di Mesir. Pengumpulan massa yang terjadi di 32 kota meliputi hingga sejauh Makassar ini bukan untuk demonstrasi namun hanya sekedar aksi menunjukkan rasa solidaritas saja. Begitu hebatnya kepedulian ini hingga banyak pengguna media sosial yang tak henti-hentinya memasang postingan yang berhubungan dengan tragedi ini, dari yang sekedar mengingatkan untuk mengirim do'a, menampilkan foto-foto yang mengenaskan, sampai yang dengan nada keras dan sinis mempertanyakan sikap-sikap yang dianggap tidak atau kurang mencerminkan keprihatinan, lalu mempertanyakan kadar ke-Islam-an yang bersangkutan.

Sebenarnya apa sih yang terjadi di Mesir? Sampai sejauh mana Islam berkaitan dengan insiden berdarah yang telah memakan korban begitu besar itu?
Aku punya pandangan pribadi mengenai hal ini. Tentunya semua didasari oleh berita-berita yang kudapat dari beberapa sumber termasuk dari seorang rekanku yang asli orang Mesir. Beginilah ringkasan dari apa yang aku lihat dengan kacamataku;

Presiden terpilih dalam Pemilu 2012, Muḥammad Muḥammad Mursī ‘Īsá al-‘Ayyāṭ (Morsi) dari partai Islam Ikhwanul Muslimin, yang mulai menduduki jabatannya sejak 30 Juni 2012, sempat memberlakukan keputusan yang memberinya wewenang tak terbatas, yang dimaksudkan untuk melindungi rakyat Mesir dari undang-undang pemerintahan yang pernah diterapkan oleh presiden terdahulunya, Hosni Mubarak, yang ia gulingkan dari jabatannya. Keputusan yang kemudian dinilai tidak menyelesaikan masalah negara yang serius seperti minimnya persediaan bahan bakar dan tenaga listrik ini yang kemudian mengundang amarah rakyat seperti halnya yang terjadi dengan krisi moneter yang berakhir dengan lengsernya presiden Soeharto.

Setelah terjadi demonstrasi massa besar-besaran sejak 22  November 2012 hingga puncaknya pada 30 Juni 2013, yang menuntut mundur dirinya, disusul dengan pernyataan pihak militer yang mengancam akan bertindak bila tuntutan rakyat tidak dipenuhi, dewan yang terdiri dari menteri pertahanan Abdul Fatah al-Sisi, pemimpin oposisi Mohamed ElBaradei, Imam Besar Al-Azhar Ahmed el Tayeb, dan Paus Tawadros menyatakan Morsi resmi turun tahta. Keputusan yang diumumkan secara resmi oleh pihak militer Mesir inilah yang banyak disebut sebagai "kudeta". Dan mungkin hal ini yang kemudian mendorong pendukung Morsi untuk melakukan demonstrasi melawan pemerintahan sementara.

Demonstrasi besar-besaran yang kemudian berubah menjadi sebuah tragedi berdarah inilah yang hingga hari ini menuai banyak aksi unjuk rasa solidaritas di kalangan kaum Muslim di tanah air. Sangat mudah dimengerti bila kebanyakan korban yang luka dan meninggal adalah umat Muslim mengingat demonstran adalah pendukung partai Islam. Bukan berarti korban dari pihak militer sebagai oposisi tidak ada atau bukanlah umat Muslim, namun tingginya jumlah korban dari pihak demonstran yang beragama Islam ini kemudian menuai anggapan bahwa yang telah terjadi merupakan suatu aksi pembantaian kaum Muslim.
Lalu apa yang menyebabkan kematian begitu banyak korban ini?

Kabarnya, demonstrasi yang melibatkan wanita dan anak-anak ini sempat mencapai fase anarkis dimana terjadi pengrusakan berbagai fasilitas umum dari toko hingga gereja. Sangat mudah membayangkan bagaimana massa yang tengah gusar dikompor-kompori oleh pihak-pihak tertentu sehingga menjadi liar. Massa juga memblokir jalanan dengan membuat barikade yang begitu kokohnya sehingga perlu kendaraan lapis baja untuk menembusnya. Pihak pemerintah sempat memberikan peringatan akan menggunakan peluru tajam bila demonstrasi ini tidak segera dibubarkan. Mungkin saja peringatan ini dianggap perlu mengingat adanya massa demonstran yang mempersenjatai dirinya. Dan akhirnya pergolakan besarpun tidak terhindari. Di satu pihak terdapat massa Islam yang terdiri dari mereka yang anarkis, yang bersenjata, yang tua, juga yang wanita dan anak-anak, sedangkan di pihak seberang ada militer yang bersenjata lengkap.

"Perang saudara" yang terasa tidak imbang ini telah memakan jauh lebih banyak korban dari pihak demonstran, tidak terkecuali rakyat biasa, wanita dan anak-anak. Apakah memang ini sebuah pembantaian terhadap kaum Muslim? Apakah pihak milliter yang pelurunya mematikan begitu banyak korban Muslim tak berdosa bisa disebut sebagai pembantai kaum Muslim dalam kondisi seperti ini?

Dalam ilmu peperangan memang dikenal larangan membunuh rakyat yang tidak berdosa. Dan hal itu mungkin saja diterapkan ketika sangat mudah membedakan musuh berdasarkan atribut yang dikenakan. Namun bukanlah hal yang mudah menghadapi gelombang amukan massa yang tidak berseragam, dimana siapapun bisa menggunakan apa saja sebagai senjata. "Chaos" yang terjadi secara instan sangat mampu membutakan pihak militer yang kemudian sulit memilah-milah sasaran tembaknya.

Lalu ada berita tentang penembakan terhadap jema'ah Muslim yang tengah sholat oleh pihak militer. Sementara itu pihak pemerintah dan militer tidak mengakui perbuatan itu. Sejauh ini mereka yang terlihat berseragam militer dan menembaki jema'ah itu tidak diakui sebagai aparat militer Mesir. Bisa saja ini suatu usaha menggunakan pergolakan yang tengah berlangsung sebagai kendaraan untuk memfitnah. Yang pasti, kalau para pelaku itu memang berasal dari kubu pemerintahan, berarti ini kasus pembantaian kaum Muslim oleh sesama Muslim yang sangat mungkin dikemudikan pihak lain yang non-Muslim. Dari pihak manapun korbannya kemungkinan besar adalah kaum Muslim.

Apa yang terjadi adalah perang saudara yang disebabkan oleh perseteruan antar kubu-kubu pemerintahan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kebetulan memang hal ini terjadi di Mesir, yang kata seorang teman merupakan porosnya Islam secara sunnatullah, sehingga mayoritas korban juga kaum Muslim. Jadi sangat berbeda dengan apa yang terus menerus terjadi antara Palestina dan Israel. Menurutku tragedi ini murni pergolakan antar kubu-kubu di pemerintahan saja dan tidak berhubungan dengan Islam. Toh yang namanya pergolakan di negara-negara Arab sudah terjadi sejak lama. Dari suksesnya kudeta yang terjadi di Tunisia dengan berkedok demonstrasi besar-besaran, pemberontakan bersenjata di Lybia dan Suriah, hingga demonstrasi yang tidak menghasilkan apa-apa di Bahrain, Irak, Yordania, Palestina dan Sudan.


Aku akan tergerak bila himbauan itu berdasar pada faktor kemanusiaan, bukan pada faktor agama.
Bahwa hal ini berkaitan dengan strategi New World Order, sangat mungkin. Ditambah pula kemungkinan kaitannya juga bisa pada propaganda dan pemberitaan yang dirancang sedemikian rupa untuk memecah belah Islam sedunia. Dan sangat mungkin segala bentuk himbauan untuk bersolidaritas dalam bentuk aksi apapun yang digaungkan di dunia maya oleh siapapun, tanpa disadari bisa kemudian jadi bagian dari strategi itu.

Wallahualam...

June 8, 2013.



Wednesday, August 14, 2013

Harap Tenang. Ujian Sedang Berlangsung.

Kemarin aku dihadapkan dengan kasus tindakan seorang kontakku di sebuah situs jejaring sosial yang memasang ulang sebuah postinganku tapi setelah memodifikasinya dulu sedemikian rupa sehingga punya penampilan baru. Masalahnya adalah bahwa penampilan baru ini sifatnya memfitnahku dan dipasang di tempat umum. Awalnya aku menduga ia melakukannya hanya untuk lucu-lucuan saja mengingat ia cukup dikenal sebagai sosok yang suka bercanda. Seperti itulah juga aku menilai sosoknya selama ini dari membaca postingan dan komennya karena aku hanya mengenalnya sebagai kontak di dunia maya sehingga aku buta soal kepribadiannya. Tapi seharusnya ia menyadari bahwa dengan kondisi seperti itu tindakannya yang mungkin dinilai sebagai gurauan di kalangan teman-teman atau "keluarga kecil"nya itu justru menjadi sebuah fitnah saat dilakukan terhadap orang yang bukan kenalan dekatnya.

Yang lebih parah adalah responnya atas teguran yang aku layangkan secara pribadi. Tak hanya tanpa rasa bersalah, ia membenarkan tindakannya sebagai pembalasan atas kesalahanku menyertakannya dalam kelompok kontak yang menerima notifikasi postingan-postinganku. Aku heran mengapa tidak terbetik sedikitpun pada benaknya untuk memintaku secara baik-baik merubah settingan akun-ku dan mencabut namanya dari daftar kelompok kontak itu agar ia tidak lagi mendapat notifikasinya. Ketidaknyamanannya itu ia tebus dengan memasang sebuah postingan negatif yang ia harapkan bisa menyeimbangkan skor denganku.

Dalam responnya, ia juga menganjurkanku untuk mengabaikan fitnah ini bila faktanya tidak benar. Helloooo? Namanya juga fitnah, pasti bertentangan dengan fakta. Kalau seseorang dipanggil "anjing" oleh orang lain yang tergolong sebagai "orang asing", apa iya orang itu harus menyikapinya dengan cara mengabaikannya tanpa rasa tersinggung?
Di lain waktu, ia juga termasuk yang berteriak-teriak memaki seorang pembuat onar yang sempat memberikan komen bernada fitnah ke sejumlah orang tanpa alasan yang benar. Kalau ia bahkan menyertakan kata-kata yang kasar dan kotor dalam serangan baliknya ke si pembuat onar sebagai bentuk solidaritas pada teman-temannya yang difitnah, tentunya sekarang ia perlu berkaca diri sebelum memberikan anjuran kepadaku untuk mengabaikan fitnahnya. 

Satu hal yang selalu ikut terseret dalam kasus pemfitnahan adalah orang-orang yang terposisikan di antara aku dan si pembuat fitnah. Umumnya mereka cenderung "cari aman" dengan mengibarkan bendera abstain ketimbang memihak meskipun mereka sangat memahami duduk perkaranya. That's okay...aku toh juga bukan tipe orang yang meminta-minta dukungan ketika aku menghadapi situasi seperti ini. Aku bahkan mencoba tidak kecewa saat mereka berdiri di pihak seberang karena paling tidak semua sikap yang mereka tunjukkan itu ibarat isi buku yang menjadi dasar buatku untuk melakuan penilaian dan mengevaluasi ulang kadar kedekatanku dengan mereka. Dalam situasi begini, aku bisa lebih jelas melihat sifat-sifat asli mereka sehingga aku bisa lebih bijaksana dalam menjaga pertemanan.

Sudah sejak lama konsep kesederhanaan yang melatar belakangi caraku bersosialisasi, tapi dinilai oleh orang lain sebagai kebodohan itu, menuai begitu banyak fitnah. Bukan...bukan karena cemburu, iri hati ataupun syirik, tapi kebanyakan dilakukan oleh mantan "teman baik" yang kecewa karena aku tidak mampu memberi bantuan yang mereka harapkan dariku. Dan seperti yang sudah-sudah, tanpa melakukan pembelaan lebih jauh yang mungkin akan mengarah ke debat kusir, akhirnya aku juga menutup kasus ini begitu saja tanpa menuntut ganti rugi kesadaran, pengertian atau permintaan maaf apalagi materi dari si pembuat fitnah. Dan apapun sikap yang nantinya dipilih oleh mereka yang terjebak di tengah-tengahnya, aku harus mensyukuri pengalaman buruk ini sebagai bagian dari ujian yang tengah berlangsung.



Monday, August 12, 2013

Beruntung

Masih seputar berakhirnya Ramadhan yang tahun ini telah memberiku lebih banyak dan lebih berat pelatihan dalam mengontrol dan menahan diri. Kalau boleh aku berbangga, aku senang dengan hasil yang telah aku capai dari segala upaya menahan diri yang sebenarnya telah aku cicil jauh sebelum Ramadhan dimulai. Dan kalau juga diizinkan, aku memang mengharapkan imbalan yang setaraf dengan usaha dan setidaknya niatku menjadi manusia yang lebih baik. Nah, sekarang yang sering jadi pertanyaanku adalah, kapan aku dapat imbalan seperti yang aku harapkan?

Sulit memang kalau semuanya kukembalikan kepadaNya yang akhirnya menjadi tabir misteri lagi. Entah sampai kapan aku harus menunggu, sementara dalam penantianku itu aku tidak seharusnya kehilangan kesabaran agar semua poin yang telah aku kumpulkan selama ini tidak hangus begitu saja. Sebagai manusia aku juga diberkahi rasa kesal, amarah dan mutung, yang semuanya harus terus kubendung. Tapi kesabaranku juga terbatas sehingga kadang aku masih saja membiarkan emosiku berbicara karena ketidak puasanku atas apa yang telah kudapat. Apapun yang seharusnya aku syukuri justru tak terlihat olehku hanya karena ujudnya bukan seperti yang kumau atau dengan mudahnya aku anggap tidak cukup.

Bayangkan saja...setelah begitu susahnya menempa diri dengan mengamalkan mandatNya dan menjauhi laranganNya, aku tidak juga dapat apa yang kuharapkan. Lalu disaat aku sedang mencoba untuk mensyukuri sekecil apapun imbalan atau berkah yang kudapatkan, cobaan berat lainnya "dihadiahkan" lagi buatku, bahkan bisa lebih berat dari sebelumnya. Apa tidak mengesalkan?

Untungnya aku (sejauh ini) masih dianugrahi akal sehat, sehingga aku tidak menjadi gila atau menyumpah serapahiNya. Tapi akal sehatku itu juga sering membuatku menggunakan logika untuk memutarbalikkan fakta dalam mengupayakan muslihat demi menyiasati ketidak puasanku sebagai (kemungkinan) jalan keluarnya. Aku pernah dengar bahwa do'a yang terijabah adalah yang dipanjatkan oleh mereka yang terdzalimi. Mungkinkah kalau aku bersiasat agar aku terdzalimi, do'aku akan terkabulkan? Atau ketika berkah yang begitu besar itu akhirnya turun setelah seseorang terlanjur hilang keimanannya dan memaki-maki Sang Pencipta atas cobaan yang dianggapnya terlalu berat dan tak mungkin diterimanya dengan legowo seperti yang pernah dialami temanku. Mungkinkah aku lalu layak mencoba bersikap egois dan menolak dengan keras apa yang harusnya kuterima dengan ikhlas? Belum lagi kalau yang terlintas dalam benakku untuk dilakukan adalah hal-hal yang mewakili keputusasaanku. Dengan dalih "mutung", aku ikuti saja ajakan iblis untuk melanggar laranganNya. Toch kalau akhirnya aku memang tidak berhak mendapat hadiahnya, paling tidak aku sudah mencicipi nikmat lainnya meskipun hanya sesaat.


Pergolakan prinsip seperti itulah yang terus menerus menggerayangi pikiranku semakin lama aku menunggu datangnya berkah dalam bentuk dan ukuran yang aku kehendaki. Makin banyak do'a yang kepanjatkan, makin besar berkah yang aku harapkan tapi tak kudapatkan, yang secara teori, harusnya ditindaklanjuti dengan lebih banyak lagi pemanjatan do'a-nya. Tapi aku juga tidak pernah tau sampai kapan dan di tingkat mana aku bisa bertahan mempraktekkan teori itu. Kemungkinannya selalu 50-50; siklus seperti itu akan terus berlangsung, atau justru menyimpang dan mengarah pada pengeksekusian siasat-siasat tadi?
Entahlah. Lagi-lagi semua itu adalah rahasaiNya. Semoga saja aku bisa selalu merasa beruntung...aamiin



Saturday, August 10, 2013

Belajar Dari Kesalahan Orang Lain

Ramadhan akhirnya usai kemarin dulu. Sama sekali tak kuduga bahwa ada kelebihan yang datang di Ramadhan tahun ini. Benar-benar suatu hal yang membuat Ramadhan ini begitu istimewa dibanding yang lalu-lalu. Seolah ini bukti bahwa Allah swt. kerap menunjukkan berbagai hal yang menakjubkan, kali ini aku dibukakan mata untuk melihat bagaimana aku harus mensyukuri nikmatNya dalam diriku sekaligus menata diri dengan cara menyaksikan seperti apa orang-orang yang selama ini pernah aku nilai.

Aku memang sudah dari awal berniat mengikuti "pelatihan" Ramadhan tahun ini dengan komitmen yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Makanya aku, meskipun dengan banyak keraguan, menyiapkan diri dengan seikhlas-ikhlasnya untuk menghadapi tempaan yang lebih berat. Harapanku adalah agar aku bisa menjadi orang yang lebih baik dan lebih bisa berserah diri kepadaNya. Pemberatan pelatihan ini juga banyak didukung oleh beberapa batasan yang aku tetapkan sendiri sesuai dengan ilmu yang kumiliki tentang besar kecilnya kemampuanku dalam menghadapinya.

Kalau aku kemudian bisa menyerap makna dibalik kesulitan dan tuntutan yang aku hadapi, itu bisa dianggap expected karena memang aku sudah mereka-rekanya ketika aku menentukan larangan apa saja yang nantinya bakal menantangku. Tapi yang menakjubkan adalah bahwa ternyata, aku melihat bagaimana Ramadhan bisa merubah sifat dan sikap orang-orang disekelilingku. Bukannya aku mencoba "menilai" dengan berdasarkan sampul mereka, tapi aku dicengangkan oleh sikap atau perangai yang tiba-tiba berubah drastis selama dan bahkan setelah Ramadhan. Bulan yang dianggap penuh rahmat ini seolah justru telah menyingkap sampul yang selama ini menyelimuti sifat mereka sebenarnya.

Ada banyak orang yang, bagaikan bunglon, berubah dalam sekejap menjadi "alim" ketika Ramadhan tiba. Hal ini lebih ditunjukkan dalam ucapan dan "ceramahnya" yang berkaitan dengan agama. Apalagi zaman sekarang sarana untuk "berceramah" sudah tersedia secara bebas lewat pelbagai situs media sosial dengan dukungan link dan/atau image yang mampu memperindahnya. Media lain adalah alat komunikasi yang jangkauannya tidak seluas internet tapi lebih mudah diandalkan. Dan seiring dengan bergulirnya Ramadhan, gencarnya gelombang kealiman ini juga berangsur memudar hingga di ujung Ramadhan dimana nuansa alim itu nyaris terasa. Lalu begitu Ramadhan berakhir, mereka yang selama ini menampilkan kealimannya kini tampil dengan "wujud lama" ....bukan wujud baru yang fitri. Mereka yang kemarin selama maksimal sebulan merangkai kata-kata indah, mengingatkan akan keberkahan Ramadhan, mengajak menyucikan diri dan menebar pesona alim-nya, kini kembali dengan atribut yang sempat mereka tanggalkan.

Ketika aku pertanyakan, mereka dengan lugas menjelaskan bahwa semua itu adalah wujud penghormatan bagi Ramadhan. Bahwa mereka rela meninggalkan semua itu demi kesucian Ramadhan, sehingga setelah Ramadhan berakhir mereka kembali lagi menjadi seperti dulu. Kenapa penghormatan ini buatku justru lebih terkesan sebagai suatu kemunafikan ya? Kalau memang apa yang mereka tinggalkan itu dianggap bisa merusak kehormatan Ramadhan, kenapa pula perlu mereka aplikasikan lagi pada diri mereka setelah itu. Buatku hal itu punya 2 arti; pertama, apa yang mereka tinggalkan hanya tidak pantas di bulan Ramadhan. Kedua, semua itu memang selamanya tidak pantas tapi mereka tinggalkan hanya di bulan Ramadhan.

Biarlah jawaban dan analisaku tentang hal di atas kusimpan buatku sendiri seperti hal nya tiap individu punya hak untuk berpendapat masing-masing. Yang membuat Ramadhan kali ini menjadi istimewa adalah bahwa semua itu lebih jelas terlihat karena pelatihan yang aku jalani berkadar lebih berat dan membuatku jadi lebih awas dan observatif tak hanya sebatas padaku sendiri tapi juga pada mereka yang ada disekelilingku, sehingga aku secara tidak sadar melihat perubahan mereka juga. Dan apa yang berlangsung di depan mataku membuatku begitu merasa beruntung dan bersyukur karena aku diberi kesempatan untuk juga belajar dari kesalahan orang lain tanpa harus jadi seperti mereka.

Alhamdulillah.....



Wednesday, August 7, 2013

A HM 1434H.

I know it's not my turn yet to make that leap.
The single one which would take me across the sea.
but it gives me no reason to slow down and stop.
For I must keep myself on the path to our nirvana.

I need no time to wait until the end of long dusk.
Or dodge the rain by standing under a big umbrella.
To feel the burst of this glorious emotion.
That feels like a song that has never been sung.
That sounds Heavenly for it is so pure.
But loud enough to get under my skin.

It is a priceless gift blessed for you and I.
Because of the love so true that no one shall disturb.
And it keeps us strong while we let them all fall thru.


Monday, August 5, 2013

Tampilan

Kekesalannya tak tersembunyikan setelah ia mendengar SPG itu memanggilku dengan "mas" ketika menawarkan produk coklatnya di Supermarket yang aku kunjungi weekend kemarin. Aku yakin bukan kemanjaan SPG wanita itu yang membuatnya kesal karena seperti itulah kebanyakan SPG bersikap agar dapat pembeli termasuk ke pengunjung wanita lainnya, tetapi lebih karena SPG itu memanggilnya dengan "tante". Aku memaklumi saja situasinya meskipun panggilan seperti itu didasari sikap menghormati. Bila ada pembandingan antara aku dengan dia, dan aku seolah dianggap lebih muda darinya memang terdengar lucu...minimal buatku. Kalau ia kemudian kesal karenanya ya itu haknya...benar ataupun salah.

Aku teringat kisah-kisah lalu bertahun-tahun silam, ketika aku masih sering hangout dengan kakak dan adik-adikku di coffee shop atau lounge hotel. Aku sering sekali dianggap bagaikan seorang ajudan atau karyawan yang kemampuannya terbatas, sedangkan yang lain mendapat sapaan dan layanan yang terkesan istimewa. Kami sepakat bahwa semua itu terjadi karena kebanyakan dari mereka menilai kami berdasarkan penampilan fisik kami. Aku yang berdasi mungkin bukanlah tandingan adikku yang hanya berkaos polo tapi gempal berperut buncit dan berambut minimalis di kepalanya. Kata mereka, sosokku tidak merepresentasikan "kesuksesan"....beuh!
Jangan-jangan kejadian weekend kemarin membuktikan kalau sosokku dianggap tidak merepresentasikan kedewasaan.

Aku bisa saja kesal ketika tidak mendapat perlakuan atau pengakuan yang kuanggap berhak kudapatkan. Aku bisa protes atau sedikitnya menegur atau meralat mereka demi kepuasan diri...tapi apa iya seperlu itukah? Aku rasa selama itu tidak menggangguku, aku lebih suka diam bahkan menikmatinya bila memang sifatnya menghibur. Untuk apa pula perlu aku jelaskan ke orang lain bahwa aku ini seorang yang sukses atau kaya atau terpandang, bila aku juga tidak minta perlakuan istimewa. Bila aku masuk ke dalam suatu butik terkenal dengan maksud ingin berbelanja, tapi kemudian aku diminta pergi hanya karena penampilanku tidak mengindikasikan kemampuan shoppingku, ya aku akan dengan senang hati meninggalkan butik itu dengan bersyukur karena aku tidak sampai membelanjakan uangku di tempat dimana karyawannya melayani tamu seperti itu.

Dan kalau aku tau-tau dianggap lebih muda darinya sehingga membuatnya kesal tapi membuatku terhibur, aku tidak akan meminta SPG itu untuk memanggilku dengan "oom" atau "bapak" saja kalau memang bukan itu yang ia lihat dariku. Akan aku biarkan SPG itu atau orang lain melihatku sebagai siapa saja selama mereka masih bisa memberikan respect yang pada tempatnya.
Aku tidak pernah berupaya agar aku terlihat lebih muda dari umurku. Jadi aku juga tidak akan pernah berupaya agar aku terlihat lebih tua. Apapun yang terlihat oleh orang lain adalah persis apa yang aku lihat di cermin.




Sunday, August 4, 2013

Eksis di Jejaring Sosial

Aku sering tersenyum sendiri melihat bagaimana orang berinteraksi di situs-situs jejaring sosial (social media) seperti facebook dan google+. Kedua socmed ini aku sebut karena aku memang cukup aktif...tapi hanya dalam memantaunya, bukan dalam menggunakannya untuk bersosialisasi. Bagaimana tidak? Aku bukan bicara sebagai seorang pakar sosialisasi (atau sosiolog atau entah lah sebutannya) karena dari dulu aku juga lebih dikenal sebagai seorang penyendiri, namun sambil menggeleng-gelengkan kepala terkesima, aku yang ilmu bersosialisasinya cetek ini menyadari bahwa (ternyata) banyak sekali cara orang untuk menjadi "eksis" termasuk hal-hal yang kuanggap lucu.

Kalau dulu aku sempat menjauhkan diri dari penggunaan facebook dan kepemilikan blackberry, meskipun akun facebook-ku sudah ada jauh-jauh hari sebelum facebook jadi terkenal, akhirnya aku harus mau menggunakan keduanya secara aktif demi menjaga hubungan dengan para kerabat dan relasi karena tak perlu menguras dompet. Itupun hanya sebatas memelihara hubungan tanpa rajin meng-update atau menyapa kalau memang tidak ada kepentingannnya. Dan hal itu terus berlangsung hingga sekarang. Sudah cukup buatku untuk menemukan kembali kenalan yang sempat putus kontak. 

Jika anda seorang individu yang karismatik, atau gaul, tak mengherankan bila kontak anda bisa mencapai ratusan bahkan ribuan. Atau postingan anda bisa dikomentari atau di Like/Plus oleh hingga ratusan orang. Tapi bila itu terjadi pada seorang yang penyendiri seperti aku, koq keliatan aneh ya?
Kenyataannya memag terjadi pada beberapa orang yang aku kenal seperti itu. Dan dari pengamatanku, rupanya ada hal-hal yang mungkin jadi kunci misteri itu. Berikut adalah hal-hal yang (mungkin) bisa mendongkrak jumlah kontak atau komen dan/atau ekspresi "kesukaan" pada postingan anda:


Like/Plus sendiri
Langkah pertama adalah memberi Like/Plus pada postingan anda sendiri dulu. Paling tidak, sebelum ada orang lain yang memberi Like/Plus, postingan anda akan terlihat sudah memiliki satu Like/Plus.

Update
Penting sekali anda terlihat eksis dan rajin menyambangi akun-akun anda, sehingga anda juga perlu selalu merubah status anda, meskipun itu hanya berupa sebuah kata, atau kata-kata mutiara, atau bahkan umpatan. Ingat, berkreasilah dalam menulis update agar bersifat memancing perhatian orang. Kata-kata seperti "ehm", "uhuk uhuk..." atau "galau..." sudah cukup buat memancing komen yang menanyakan maksud di balik penulisan yang seperti itu.

Sekedar Like/Plus
Langkah berikutnya adalah memberi Like/Plus pada setiap postingan semua kontak anda tanpa pengecualian. Tentunya hal ini tidak ditentukan oleh setuju/tidaknya atau suka/tidaknya anda pada postingan tersebut. Dampak dari aksi ini adalah semua kontak anda akan melakukan hal yang sama pada postingan anda, sehingga anda bisa mengumpulkan Like/Plus di postingan anda.

Foto Diri
Pilihlah foto diri yang anda pikir akan disukai banyak orang dan pajanglah sebagai foto profil anda. Dijamin banyak orang yang ingin berkenalan dan menjadi kontak baru anda. Foto-foto ini juga niscaya akan dapat banyak komen, baik yang memuji ataupun yang sekedar ingin berkenalan lebih jauh. Komen dan Like/Plus akan lebih banyak jika postingan bersifat umum (public).
Foto-foto seksi jelas akan mengundang leih banyak komen dan ajakan untuk berteman. Tapi harus dimaklumi juga kalau ada komen yang kurang ajar. Itu konsekuensi dari postingan yang sifatnya memang "mengundang". Hindari pemasangan foto orang lain (artis / selebriti) atau malah pemandangan, dll. Kalau anda rasa foto anda kurang "nendang", coba dipermak atau dipoles dulu di situs-situs yang memadai (picmonkey, instagram, dll).

Humor/Joke
Pasanglah banyak postingan humor, lelucon dan anekdot. Ini bisa berupa murni tulisan, murni ilustrasi atau kombinasi dari keduanya. Tampilan file GIF yang cenderung lucu (tidak bisa diaplikasikan di facebook) juga berpotensial mengundang Plus/Like dan komen.Dalam hal humor yang mesum, biasanya penyajian dalam bentuk tulisan tidak berkesan seburuk yang dengan ilustrasi. Hindari postingan joke yang mesum apalagi yang terkesan vulgar dan menggunakan kata-kata yang tidak senonoh. Tidak harus joke sendiri (orisinil), cari dan berburulah joke sebanyak mungkin lalu dishare lewat wall anda. Banyak yang suka postingan "yang ringan & yang lucu".

Religius
Postingan yang sifatnya religius sering dapat banyak komen, atau minimal di Like/Plus oleh banyak pembacanya meskipun mereka tidak sepenuhnya paham intisari postingannya. Patut diingat bahwa dengan mudahnya akses internet, banyak sekali orang yang kini mencari-cari dan menggali-gali fakta tentang agama lewat internet. Hal ini sudah banyak dimanfaatkan orang untuk menyebarkan faham dan pengertian baru, bahkan yang menyesatkan sekalipun. Dunia maya sudah jadi tempat lomba mengadu ilmu agama bagi siapa saja, baik yang terkenal atau yang berilmu tinggi atau fanatik ataupun orang biasa yang merasa dirinya "terpanggil".

Politik
Sebaiknya dihindari karena hal seperti ini sudah banyak termuat di surat kabar biasa. Kecuali bila memang banyak kontak anda yang tertarik dengan masalah politik di internet. Seperti yang aku sebut di atas, banyak yang cari postingan yang sifatnya tidak terlalu serius atau berat untuk dicerna.

Musik
Facebook dan GooglePlus berhubungan erat dengan YouTube sehingga sangat mudah untuk menampilkan video dari YouTube. Banyak orang yang malas membaca tapi ingin mendengarkan musik tanpa harus mencari-cari. Coba bagi video musik dari YouTube yang anda tau akan dikenal dan disukai banyak kontak anda. Kalau kebetulan selera musik anda berbeda, coba kesampingkan selera anda dan utamakan dulu selera musik kontak anda. Penuhi dulu kenyamanan mereka demi komen dan Like/Plus dari mereka.

Kata-kata Mutiara
Biasanya kata-kata mutiara atau quote menuai banyak Like/Plus tapi jarang komen, terutama quote yang menggunakan bahasa yang tinggi. Quote mudah ditemukan di banyak situs internet tapi kebanyakan ditulis dalam bahasa Inggris. Bila anda tidak yakin pembaca akan mengertinya, tuliskan terjemahannya sebagai pengantar. Kalau perlu tambahkan sedikit kata-kata bijak dari anda sendiri yang berhubungan dengan quote tersebut. Banyak orang yang hanya setengah mengerti atau bahkan tak mengerti sama sekali yang tetap bersedia memberi Like/Plus hanya karena mereka mengerti apa yang anda tulis.

Negatif 
Postingan yang sifatnya negatif (kasar / menghina / porno) tidak akan mendapatkan banyak Like/Plus tapi bisa menuai banyak komen terutama yang berupa cacian atau hujatan. Apalagi bila kemudian terjadi perdebatan pro dan kontra atas postingan anda. Kalau anda pintar menanggapi komen-komen yang mengutuk postingan seperti ini, dengan perdebatan panjang, dengan sendirinya komen akan tertimbun.


Masih ada beberapa hal lainnya tapi yang aku paparkan di atas mungkin sudah cukup buat mengumpulkan lebih banyak kenalan, komen dan Like/Plus.
Kalau ada yang bertanya padaku lalu mengapa aku tetap punya kenalan yang jumlahnya sangat terbatas dengan komen dan Like/Plus yang terbilang sedikit, jawabannya karena halaman profil akun-akunku adalah tempat penyimpanan pelbagai hal yang punya "sentimental value" buatku....bukan buat orang lain. Sehingga ketika setiap saat aku membukanya, aku bisa menikmati apa yang terpajang disitu. Makanya ada cukup banyak postingan yang aku atur sedemikian rupa agar hanya aku yang bisa melihatnya...



Friday, August 2, 2013

Made In Ramadhan

Akhir bulan Ramadhan sudah di ambang pintu yang artinya kewajiban menahan diri dari segala nafsu hampir selesai. Bagaimana harusnya kita bersikap terhadap hal ini?

Aku rasa semua kembali kepada interpretasi kita masing-masing akan Ramadhan itu sendiri. Kebanyakan orang menganggapnya sebagai bulan ujian penuh berkah. Bisa jadi mereka yang tergolong gembira dan bersuka cita karena proses ujian itu telah berakhir. Jangan salah....aku tak sedang membicarakan kegembiraan akan Lebaran, yang mungkin bisa didasari karena bisa menikmati makanan yang istimewa, dapat THR atau mungkin angpao atau berkumpul bersama keluarga dan kerabat yang kesehariannya susah dilakukukan. Yang aku bicarakan masih tentang arti dan berakhirnya Ramadhan.

Sebagian lainnya seperti aku justru menganggap Ramadhan sebagai bulan pelatihan dimana apa yang kita lakukan selama itu sifatnya menempa iman dalam menyiapkan diri menghadapi ujian selama 11 bulan berikutnya hingga sampai ke Ramadhan lagi. Entah bagaimana kelompok ini menyambut berakhirnya Ramadhan. Mungkin ada yang menangis karena pelatihan itu telah berakhir sementara mereka belum siap atau gembira bagi yang merasa siap, yang jelas aku khawatir. Khawatir tidak mampu menghadapi ujian yang begitu lama dan pasti lebih berat dari pelatihannya sendiri. Bagaimana tidak? Apa yang aku lakukan selama ujian itu harus dilakukan dalam iklim dan lingkungan yang sifatnya lebih ke "ujian telah usai". Menahan segala nafsu dan mengendalikan emosi disaat orang disekelilingku menghalalkan hal-hal yang sebaliknya.

Terlepas dari dua pengartian itu, setiap umat Muslim harusnya otomatis menjadi manusia baru di ujung Ramadhan karena tujuan dari segala "pelatihan" atau "ujian" itu adalah untuk mengubah setiap individu menjadi lebih baik. Dengan menjalani segala kewajiban Ramdhan, kita harusnya bertambah ilmu. Bahkan orang yang disebut hanya dapat lapar dan hausnya selama puasapun pasti bisa dapat makna dibalik lapar dan hausnya itu....sekecil apapun maknanya. Soal bagaimana kita menindaklanjutinya setelah Ramadhan berlalu kembali kepada tiap individunya. Selama sebulan kita membentuk diri menjadi sosok yang baru, yang lebih baik, dan sewajarnya yang lebih bijaksana. Yang penting memang sosok baru itu punya karakter dan sifat yang baik menurut kita sendiri, bukan menurut orang lain. Karena kalau ternyata kita hanya memperbaiki diri berdasarkan kemauan orang lain dan bukan kemauan sendiri, niscaya kebaikan itu akan hilang, mungkin bahkan tidak akan bertahan sampai ke Ramadhan berikutnya.