Ada saja hal-hal yang mendasari perseteruan antar mereka; iri lah, dendam lah atau sekedar iseng belaka. Kadang aku yang punya prinsip ingin mendidik mereka dengan cara memperlakukan mereka dengan kedewasaan dan kesabaran, namun seringkali akhirnya aku masih juga sampai harus berteriak-teriak memarahi mereka. Kadang aku harus mencubit mereka saat kata-kata ku seolah tidak mujarab lagi. Dan aku yakin di balik tangisan mereka ada rasa sakit hati ketimbang sakit fisik karena mereka sudah cukup besar untuk masih bisa merasakan sakitnya cubitan a la kadarku itu. Terbukti dengan munculnya kasus perseteruan baru dengan alasan yang sama tak lama setelah situasi reda diantara mereka. Bahkan mereka mampu menciptakan kasus pertengkaran baru dengan menggunakan hukumanku sebagai alasan untuk saling menyalahkan.
Hukuman penyitaan barang kesukaan mereka juga tidak selalu jadi solusi yang tepat karena ada saja hal yang mereka temui untuk mewujudkan keisengannya. Cukup dengan membuat bunyi-bunyian atau mimik muka yang sifatnya mengejek di saat mereka hanya aku izinkan untuk duduk diam tak bersuara di tempat yang berjauhan saja bisa membuat suasana keruh kembali seolah pertengkaran merupakan hal yang sangat dinikmatinya, hingga aku sering membiarkan mereka saling meledek sepuasnya. Aku memang kadang mecoba membiarkan mereka menyelesaikan masalah sendiri meskipun sampai harus kontak fisiknya, tapi itu sering berarti ada yang akhirnya menangis...hufft!
Yang pasti, sekejam apapun kelakuan mereka terhadap masing-masing, mereka akan saling mencari ketika mereka sedang terpisahkan. Saat seperti itulah yang selalu membuatku merasa kasian pada mereka karena semua sifat nakal, iseng dan keras kepala mereka lenyap dari ingatanku. Apalagi ketika mereka tengah lelap dalam tidurnya. Wajah pulas mereka sangat mampu membuatku merasa sebagai orang tua yang paling bahagia dan beruntung. Oh well....boys will be boys.