Yang lebih parah adalah responnya atas teguran yang aku layangkan secara pribadi. Tak hanya tanpa rasa bersalah, ia membenarkan tindakannya sebagai pembalasan atas kesalahanku menyertakannya dalam kelompok kontak yang menerima notifikasi postingan-postinganku. Aku heran mengapa tidak terbetik sedikitpun pada benaknya untuk memintaku secara baik-baik merubah settingan akun-ku dan mencabut namanya dari daftar kelompok kontak itu agar ia tidak lagi mendapat notifikasinya. Ketidaknyamanannya itu ia tebus dengan memasang sebuah postingan negatif yang ia harapkan bisa menyeimbangkan skor denganku.
Dalam responnya, ia juga menganjurkanku untuk mengabaikan fitnah ini bila faktanya tidak benar. Helloooo? Namanya juga fitnah, pasti bertentangan dengan fakta. Kalau seseorang dipanggil "anjing" oleh orang lain yang tergolong sebagai "orang asing", apa iya orang itu harus menyikapinya dengan cara mengabaikannya tanpa rasa tersinggung?
Di lain waktu, ia juga termasuk yang berteriak-teriak memaki seorang pembuat onar yang sempat memberikan komen bernada fitnah ke sejumlah orang tanpa alasan yang benar. Kalau ia bahkan menyertakan kata-kata yang kasar dan kotor dalam serangan baliknya ke si pembuat onar sebagai bentuk solidaritas pada teman-temannya yang difitnah, tentunya sekarang ia perlu berkaca diri sebelum memberikan anjuran kepadaku untuk mengabaikan fitnahnya.
Satu hal yang selalu ikut terseret dalam kasus pemfitnahan adalah orang-orang yang terposisikan di antara aku dan si pembuat fitnah. Umumnya mereka cenderung "cari aman" dengan mengibarkan bendera abstain ketimbang memihak meskipun mereka sangat memahami duduk perkaranya. That's okay...aku toh juga bukan tipe orang yang meminta-minta dukungan ketika aku menghadapi situasi seperti ini. Aku bahkan mencoba tidak kecewa saat mereka berdiri di pihak seberang karena paling tidak semua sikap yang mereka tunjukkan itu ibarat isi buku yang menjadi dasar buatku untuk melakuan penilaian dan mengevaluasi ulang kadar kedekatanku dengan mereka. Dalam situasi begini, aku bisa lebih jelas melihat sifat-sifat asli mereka sehingga aku bisa lebih bijaksana dalam menjaga pertemanan.
Sudah sejak lama konsep kesederhanaan yang melatar belakangi caraku bersosialisasi, tapi dinilai oleh orang lain sebagai kebodohan itu, menuai begitu banyak fitnah. Bukan...bukan karena cemburu, iri hati ataupun syirik, tapi kebanyakan dilakukan oleh mantan "teman baik" yang kecewa karena aku tidak mampu memberi bantuan yang mereka harapkan dariku. Dan seperti yang sudah-sudah, tanpa melakukan pembelaan lebih jauh yang mungkin akan mengarah ke debat kusir, akhirnya aku juga menutup kasus ini begitu saja tanpa menuntut ganti rugi kesadaran, pengertian atau permintaan maaf apalagi materi dari si pembuat fitnah. Dan apapun sikap yang nantinya dipilih oleh mereka yang terjebak di tengah-tengahnya, aku harus mensyukuri pengalaman buruk ini sebagai bagian dari ujian yang tengah berlangsung.