Meskipun dilahirkan dan dibesarkan di Lower East Side, sebuah distrik di
New York City yang identik dengan komunitas Yahudi, sejak kecil, Yosef
Wassermann lebih sering bermain jauh dari rumahnya. Di usia
kanak-kanaknya, ia lebih suka berteman dengan anak-anak yang bukan
penghuni distrik tersebut. Kakeknya adalah seorang imigran dari Israel
yang mengungsi ke New York sesaat sebelum perang Dunia 2 dimulai.
Keluarganya adalah kaum Yahudi tulen yang masih dengan taat melaksanakan
segala ritual keagamaannya. Hingga saat Yosef dewasapun, masih banyak
yang keluarga dekatnya di Israel.
Selepas sekolah dasar, ia
berkutat ingin melanjutkan sekolahnya bersama paman dan bibinya yang
tinggal di negara bagian Rhode Island. Setelah dewasa, ia memang mengaku
tidak merasa bebas tinggal di lingkungan kaum Yahudi yang dianggapnya
tertutup dari dunia luar. Namun hal tersebut tidak pernah ia kemukakan
pada orang tuanya karena khawatir mereka tidak akan mengizinkannya
pindah dari New York.
Masa-masa sekolah menengah ia habiskan
sebagai anggota tim basket di sekolahnya. Kesukaannya terhadap tim
Lakers mendorongnya ingin hijrah ke Los Angeles melanjutkan studinya di
perguruan tinggi. Ia memang berhasil kuiah di Cal-State University,
namun karirnya di tim basketnya perlahan pudar. Jurusan Sosiologi yang
diambilnya justru membuatnya lebih suka menghabiskan waktunya di
perpustakaan kampus. Banyak teman kuliahnya yang menyebutnya sebagai
kutu buku sekaligus menyeganinya karena keramah tamahan dan
kepintarannya. Hal ini pulalah yang membuatnya cukup dikenal baik oleh
para dosennya. Ia sering diundang oleh mereka untuk hadir dalam
acara-acara seminar dan lecture yang mereka selenggarakan di luar kampus
hingga suatu hari ia dikenalkan pada seorang pengurus Islamic Center di
San Francisco (ICSF) yang saat itu menjadi salah satu pembicara. Dari
perkenalan inilah ia kemudian diundang ke sebuah acara yang
diselenggarakan oleh ICSF.
Awalnya, banyak jemaat ICSF yang
menerima kehadirannya dengan penuh keheranan, mengingat ia adalah
seorang Yahudi. Namun kerendahan hati dan sikap bersahabat yang
mendasari cara bicaranya seolah menawarkan perdamaian kepada jemaat. Ia
mengaku terkesan dengan keramah tamahan hadirin yang diajaknya
mengobrol. Dan sejak itulah, ia tekun membaca dan mempelajari Islam
dengan tujuan untuk mengerti cara berfikir umat Muslim sambil
membandingkannya dengan cara berfikir kaumnya. Ia juga lebih sering
menyempatkan dirinya untuk membedah buku-buku Islam yang tersedia di
perpustakaan ICSF. Pada tiap Jum'at, ia duduk di luar pintu musholla
untuk ikut mendengarkan khotbah Jum'at.
Setelah ia menyelesaikan
kuliahnya, ia langsung bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat yang
bergerak di bidang kemanusiaan. Tak lama kemudian, ia memutuskan untuk
menjadi seorang mualaf di depan jemaat ICSF seusai sholat Jum'at.
Kepindahannya menjadi seorang Muslim disusul dengan tawaran untuk
menjadi salah seorang penceramah di lingkungan ICSF yang segera
diterimanya. Tidak hanya itu, ia juga kerap memberikan ceramah di
masjid-masjid di pelbagai kota lainnya. Yang unik adalah bahwa ia tidak
lalu mengganti namanya yang merupakan nama khas Yahudi. Baginya, nama
yang disandangnya tidaklah mencerminkan baik-buruk atau benar-salahnya
ia sebagai seorang manusia. "Apapun agama saya, apapun yang saya
lakukan, saya tetap seorang bangsa Yahudi, tapi bukan beragama Yahudi.
Biarkan saya mempertahankan nama yang selama ini sudah menjadi bagian
hidup saya sejak saya dilahirkan", jelasnya.
Aku suka dengan
sosoknya. Ia tidak pernah memilih siapa yang pantas ia ajak bicara. Ia
juga bukan tipe penceramah yang merasa pantas untuk memaksakan
pendapatnya pada orang lain. Cara bicara dan berpikirnya jelas
memperlihatkan ilmu yang tinggi dibalik kerendahan hatinya. Ia tidak
akan beranjak pergi sebelum ia yakin tidak ada lagi yang memerlukan
dirinya, baik untuk mendapatkan pencerahan atau sekedar obrolan ringan
tentang hal diluar agama. Aku selalu merasa gembira setiap mengetahui
bahwa ia lah yang akan berkhotbah ketika aku datang di ICSF untuk
Jum'atan.
Hari ini, aku mendapat email dari seorang kawan yang
tinggal di San Francisco, yang memberitakan bahwa Yosef Wassermann telah
berpulang ke Rahmatullah Jum'at dini hari yang lalu di usia yang ke 57.
Farewell brother. You will always be remembered.