Thursday, July 18, 2013

Rumah Kenangan

Dengan mudahnya aku dapat merasakan kewaspadaan wanita tua itu saat tengah bercerita. Tak seperti biasanya, tutur bahasanya terdengar sopan tapi kaku. Aku mengenalnya sebagai seseorang yang cukup dikenal di daerah tempat tinggalnya karena disamping ia pernah untuk beberapa periode menjabat sebagai ketua RT, hingga kini ia masih rutin memberikan bimbingan pembelajaran pada murid-murid dari beberapa SD setempat. Jadi bisa dikatakan ia adalah seorang wanita yang tegas sekaligus bawel.

Kali ini sikap ekstra hati-hatinya terlihat dalam pelannya suara dan tempo bicaranya. Mungkin kalau ini suatu hal yang berhubungan dengan tingkah putra-putraku selama mengikuti les-nya, aku akan gemas menunggu ia selesai berbicara atau menyampaikan inti pembicaraannya. Tapi aku bisa menduga apa inti dari yang ingin disampaikannya padaku. Oleh karenanya aku tidak mungkin akan berada dihadapannya jika ia tidak pernah memberi cukup alasan untukku memenuhi undangannya lewat telpon tadi. Dengan seksama aku menyimak setiap kata yang ia ucapkan dan berharap tidak melewatkan sedikit informasipun darinya.

Apalagi aku tau ia punya indera keenam yang membuatnya piyawai dalam membaca. Meski mungkin ia bukan orang pintar yang tersohor, yang membuka praktek sebagai cenayang komersial, namun banyak orang yang percaya pada hasil penerawangnya. Apa yang aku ingin dengar juga bukan hasil ramalan atau hasil bacaannya tentang aku, tapi penglihatannya atas kejadian yang baru saja dialami oleh seorang wanita muda penghuni bekas rumah orang tuaku. Ya...rumah cukup besar berlantai dua yang bersama adikku, aku bangun di atas dua kavling kosong, dan kemudian sempat aku huni beberapa tahun ketika aku harus mendampingi almarhumah ibuku yang sakit.

Rupanya 3 hari sebelum memasuki Ramadhan, seluruh penghuni rumah itu gempar karena wanita muda yang bersama suaminya menyewa sebuah kamar disitu mengalami suatu kejadian yang dianggapnya ghaib. Bukan seperti kesurupan yang membuatnya bertingkah aneh, namun ia merasa tidak enak badan yang sangat serius. Dengan tetap menguasai kesadarannya, ia merasakan ada yang merasuki tubuhnya yang membuat isi tubuhnya seolah teroyak-oyak. Selang beberapa saat setelah itu, ia dan beberapa penghuni lain rumah yang kini menjadi tempat kost itu melihat kehadiran seorang wanita tua berparas bersih dan cantik, duduk di sebuah kursi di seberang ruangan. Ia hanya duduk manis sambil pandangannya sibuk mengawasi seisi ruangan tanpa memberi perhatian khusus pada apa yang tengah dialamai si wanita muda. Dan sekitar setengah menit kemudian sosok wanita tua itu menghilang.

Saat ditemui wanita cenayang tadi, si wanita muda ini mengaku bahwa rupanya itu bukan kali pertama ia merasakan hal serupa. Bahkan sebelumnya ia sampai muntah-muntah sehingga harus ditangani oleh seorang pendeta agama yang dianutnya. Tanpa menyaksikannya sendiri, wanita cenayang ini menyatakan yakin bahwa sosok wanita tua itu adalah arwah mendiang ibuku. Namun ia sama sekali tidak tau apa makna yang ada dibalik peristiwa penampakan itu. Ia mengaku berasumsi karena akan memasuki bulan Ramadhan mungkin mendiang ibuku ingin dikirimi doa. Ia juga sempat mempertanyakan bagaimana pemeliharaan kebersihan rumah kost itu karena ia tau betul bagaimana selama hidupnya, mendiang ibuku sangat memperhatikan dan merawat rumahnya, dan tidak suka dengan hal yang jorok atau berantakan.

Seolah merasa cemas jika penuturannya kurang berkenan buatku, wanita cenayang ini bercerita sambil sesekali menanyakan apakah aku baik-baik saja, sementara aku mendengarkan dengan antusias sambil tetap tersenyum.  Aku tidak terganggu, takut atau sedih dengan cerita ini, namun justru bergairah mendengarnya. Bagaimana tidak? Mungkin ini bisa jadi sebuah solusi untuk bertemu dengan mendiang ibuku. Setidaknya, aku bisa berharap ia hadir lagi di tempat yang sama jika aku mendatangi rumah itu. Dan semua sibling-ku memberikan tanggapan yang sama ketika aku teruskan cerita ini pada mereka. Aku percaya sepenuhnya jika kehadirannya itu tidak didasari atas hal yang buruk atau berdampak negatif bagi siapapun. Kalau memang ia hadir hanya karena rindu pada rumah itu, wajar saja, karena rumah itu memang kami rancang dan bangun untuk mendiang orangtuaku dengan segala spesifikasi yang ditentukan oleh mendiang ibuku. Jadi bisa dikatakan peran mendiang ibuku sangatlah besar dalam menentukan fisik rumah itu.

Lalu apa yang harus aku lakukan dalam menyikapi kejadian ini? Tidak ada hal yang khusus. Doa selalu aku kirim disetiap waktu, khususnya selama bulan Ramadhan ini ketika aku memang meliburkan diri dari rutinitas berziarah ke makamnya.